Minggu, 19 Juni 2011

Menganalisa perjuangan RA. Kartini sebagai pioner gerakan perempuan Indonesia dalam bidang pendidikan

Kartini (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 - meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) . Hari Kartini oleh sebagian kaum emansipasi perempuan Indonesia kurang menyetujui ketika hanya RA. Kartini yang dapat diperingati sebagai hari besar Nasional yaitu pada tanggal 21 April yang dikenal sebagai Hari Kartini. Karena, mereka menganggap banyak tokoh dan pejuang perempuan lainnya yang sangat peduli dan mengangkat harkat martabat perempua. Ada Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 - Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Dewi Sartika (lahir di Bandung, 4 Desember, 1884 -   meninggal di Tasikmalaya, 11 Sepetember 1947 pada umur 62 tahun) yang peduli terhadap kehidupan pendidikan perempuan, Martha Christina Tiahahu (lahir di Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800  – meninggal di Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1818 pada umur 17 tahun) adalah seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau Nusalaut. Lahir sekitar tahun 1800 dan pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah Belanda berumur 17 tahun. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri Abubu yang juga pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda. Sedangkan Hari Perempuan Internasional jatuh pada tanggal 8 Maret.

Perbedaan perjuangan antara Kartini dan Dewi Sartika adalah, Kartini menikah pada umur 24 tahun dengan Singgih Djojo Adhiningrat, sedangkan Dewi Sartika 22 tahun dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata. Sama-sama dari keturunan Bangsawan dan menikah dengan keturunan bangsawan. Antara Kartini dan Dewi Sartika sama-sama perempuan cerdas dan ingin memajukan kaumnya, Sedangkan Martha Christina dan  Cut Nyak Dhien lebih banyak berjuang di medan peperangan. Martha bersama ayahnya, dan Cut Nyak Dhien bersama suaminya Teuku Umar merupakan suami kedua Cut Nyak Dhien. Suami pertama Cut Nyak Dhien, Ibrahim Lamnga meninggal pada peperangan melawan Belanda kemudian menikah dengan Teuku Umar. Sayang sekali, Martha gadis pemberani dan tegas meninggal dalam usia yang sangat masih muda yaitu 17 tahun. Jika diklasifikasikan, Cut Nyak Dhien dan Martha Christina berjuang melawan penjajah di medan peperangan, sedangkan RA. Kartini dan Dewi Sartika berjuang untuk pendidikan kaum perempuan. Hal yang berbeda namun mempunyai arti penting bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Namun keunggulan Kartini adalah Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshoof, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. sehingga rasa kepeduliannya untuk kemajuan perempuan terinspirasi dari perempuan Eropa, dimana jika dibandingkan dengan perempuan Indonesia, masih sangat jauh dari kata kemajuan perempuan Eropa dalam segi pendidikan dan kelas sosial. Jika melihat fakta di atas, Kartini sudah bisa menulis dengan mengungkapkan bagaimana kondisi perempuan Indonesia yang sangat berbeda dengan perempuan Eropa yang sudah mulai maju. Dan, tulisan tersebut dimuat di De Hollandsche Lelie.

Menurut saya, itu prestasi Kartini luar biasa, ketika berani dengan pemikirannya untuk mengangkat kondisi perempuan Jawa ke dunia internasional. Itu yang tidak bisa dilakukan oleh Raden Dewi Sartika. Sehingga banyak sekali teman-teman Kartini yang di Eropa mendukung Kartini untuk melanjutkan sekolah ke Eropa, namun tidak terjadi karena dipaksa menikah dengan Singgih Djojo Adhiningrat yang sudah mempunyai isteri tiga. Dimana kondisi perempuan Jawa pada masa itu berada pada status sosial yang rendah, diibatasin pendidikannya, masih terkungkung dengan tradisi adat yang harus menerima menikah muda, kemudian dimadu, serta dipoligami dengan orang yang tak dikenal. Selain itu tradisi Jawa yang menghambat kemajuan perempuan untuk maju karena sistem patriarki yang lebih mengutamakan pendidikan kaum pria. Pemikiran Kartini tidak hanya sebatas emansipasi perempuan melainkan masalah agama, sosial dan korupsi.

Kartini tidak hanya sosok pejuang perempuan namun beliau juga kritis terhadap pandangan agama. Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu..." Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami.
Meski Kartini sendiri menjadi korban dari sistem Patriarki yang selama ini ditentangnya, yakni menikah dengan Singgih Djojo Adhiningrat.

Dengan sikap Kartini yang mengikuti sistem Patriarki menimbulkan dampak positif atau hikmah untuk Kartini dan perempuan Rembang pada saat itu. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Kartini bersyukur ketika dilahirkan dari keluarga bangsawan sehingga meski menjadi korban sistem Patriarki namun bisa melanjutkan cita-citanya memajukan perempuan Indonesia. Seandainya Kartini lahir dari keluarga miskin atau rakyat jelata, maka sejarah ini tidak pernah ada untuk kemajuan perempuan Indonesia. Tak bisa dipungkiri bahwa materi sangat penting dalam mendukung setiap kegiatan untuk menuju kemajuan. Para bangsawan tidak semuanya mempunyai pemikiran maju seperti Kartini. Bahkan para kaum partriaki pada masa itu kurang peduli terhadap kemajuan perempuan dalam bidang pendidikan. Tidak akan berguna lagi jika kekuasaaan tanpa dibarengi dengan program yang bisa mencerdaskan kehidupan berbangsa.

Dan, ketika Kartini mengalami benturan hebat antara cita-cita nya untuk melanjutkan sekolah ke Eropa dan menuruti keinginan sang Ayah untuk menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtua dengan mau dinikahi oleh Singgih Djojo Adhiningrat yang sudah mempunyai isteri tiga. Jika Kartini memaksa untuk mengejar egonya pergi ke Eropa untuk sekolah dan tidak jadi menikah pada tahun 1903, mungkin tidak banyak dilakukan Kartini untuk membantu perempuan Indonesia menjadi lebih maju, karena ajal menjemputnya pada tahun 1904. Beliau tidak bisa mendirikan sekolah perempuan tanpa bantuan suaminya. Jika melihat kondisi ini, jelas bahwa Kartini korban dari praktek poligamy tidak menghambat cita-citanya, tidak menghambat keinginannya untuk memajukan kaumnya. Justru suaminya sangat mendukung dan memahami keinginan Kartini. Ini bukan berarti saya menerima praktek poligamy hanya mengungkapkan fakta yang terjadi pada Kartini, ketika Kartini menikah dengan Singgih yang mempunyai isteri tiga namun Kartini tetap bisa menlanjutkan perjuangannya mengangkat derajat perempuan dengan mendirikan Sekolah Kartini.  

Setelah wafatnya Kartini pada tahun 1904, pemikiran beliau yang dituangkan dalam surat-surat antara Kartini dan teman-temannya di Eropa, Kumpulan surat-surat Kartini tersebut berjudul Door Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang; adalah kontribusi terbesar Kartini di dunia internasional. Novel ini tidak hanya terkenal di Indonesia melainkan di Eropa dan menjadi rujukan pergerakan perempuan di negara lainnya. Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Bagaimana dengan wajah baru Kartini saat ini, menurut hemat penulis, wajah baru Kartini Indonesia saat ini pasti ada perbedaan karena pengaruh era globalisasi sehingga para kaum perempuan sangat mudah untuk mengakses informasi dari segala penjuru dunia. Faktor teknologi informasi yang sangat canggih seharusnya sangat mendukung perempuan Indonesia. Namun masalahnya tidak semua perempuan Indonesia mendapatkan informasi tersebut, karena faktor sarana dan prasarana yang masih terbatas di daerah-daerah terpencil di Indonesia.Saat ini perempuan Indonesia sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat, dengan melek terhadap pendidikan, mempunyai posisi strategis dalam bidang Ekonomi dengan menjadi pemimpin perusahaan contoh Perusahaan Mustika Ratu yang dipimpin oleh Muryati Sudibyo, kemudian dilanjutkan oleh anak perempuannya. Posisi dalam bidang pendidikan, seperti Dr. Huzaimah merupakan perempuan mendapatkan gelar pertama doktor di Indonesia, mendapatkan gelar doktornya di Mesir, dan sekarang menjabat sebagai ketua Program Pascasarjana Institute Ilmu Quran, Dr. Uswatun Khasanah dosen UIN Jakarta, yang menduduki pemerintahan adalah Sri Mulyani sekarang menjadi salah satu direktur World Bank dan calon kandidat terkuat dari Asia untuk menjadi Direktur IMF ,Endang Rahayu Sedyaningsih lulusan Doktor Harvard sekarang menjabat sebagai Menteri Kesehatan Kabinet Indonesia Bersatu, Maria Eka Pangestu menjabat sebagai Menteri Perdagangan selama dua periode, selain itu dalam dunia politik Angelina Sondakh dari Partai Demokrat, Khofifah Indarparwansa dari partai PKB. Nurul Arifin dari Partai Golkar, Rieke Dyah Pitaloka dari Partai PDIP.

Dan masih banyak perempuan lainnya yang sukses sebagai wanita karir, namun jumlah tersebut masih tidak sebanding dengan jumlah total penduduk perempuan Indonesia yang berjumlah 118juta hasil sensus penduduk tahun 2010. Ini adalah tanggungjawab kita semua untuk memajukan kaum perempuan Indonesia. Dengan memberikan pendidikan yang baik terhadap perempuan dalam waktu 20 tahun mendatang, maka bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Dengan pendidikan perempuan yang baik maka bisa mengurangi angka kematian Ibu dan anak, mengurangi kemiskinan, mengurangi kebodohan. Amin Allahumma amin,,