Minggu, 19 Juni 2011

Menganalisa perjuangan RA. Kartini sebagai pioner gerakan perempuan Indonesia dalam bidang pendidikan

Kartini (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 - meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) . Hari Kartini oleh sebagian kaum emansipasi perempuan Indonesia kurang menyetujui ketika hanya RA. Kartini yang dapat diperingati sebagai hari besar Nasional yaitu pada tanggal 21 April yang dikenal sebagai Hari Kartini. Karena, mereka menganggap banyak tokoh dan pejuang perempuan lainnya yang sangat peduli dan mengangkat harkat martabat perempua. Ada Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 - Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Dewi Sartika (lahir di Bandung, 4 Desember, 1884 -   meninggal di Tasikmalaya, 11 Sepetember 1947 pada umur 62 tahun) yang peduli terhadap kehidupan pendidikan perempuan, Martha Christina Tiahahu (lahir di Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800  – meninggal di Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1818 pada umur 17 tahun) adalah seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau Nusalaut. Lahir sekitar tahun 1800 dan pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah Belanda berumur 17 tahun. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri Abubu yang juga pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda. Sedangkan Hari Perempuan Internasional jatuh pada tanggal 8 Maret.

Perbedaan perjuangan antara Kartini dan Dewi Sartika adalah, Kartini menikah pada umur 24 tahun dengan Singgih Djojo Adhiningrat, sedangkan Dewi Sartika 22 tahun dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata. Sama-sama dari keturunan Bangsawan dan menikah dengan keturunan bangsawan. Antara Kartini dan Dewi Sartika sama-sama perempuan cerdas dan ingin memajukan kaumnya, Sedangkan Martha Christina dan  Cut Nyak Dhien lebih banyak berjuang di medan peperangan. Martha bersama ayahnya, dan Cut Nyak Dhien bersama suaminya Teuku Umar merupakan suami kedua Cut Nyak Dhien. Suami pertama Cut Nyak Dhien, Ibrahim Lamnga meninggal pada peperangan melawan Belanda kemudian menikah dengan Teuku Umar. Sayang sekali, Martha gadis pemberani dan tegas meninggal dalam usia yang sangat masih muda yaitu 17 tahun. Jika diklasifikasikan, Cut Nyak Dhien dan Martha Christina berjuang melawan penjajah di medan peperangan, sedangkan RA. Kartini dan Dewi Sartika berjuang untuk pendidikan kaum perempuan. Hal yang berbeda namun mempunyai arti penting bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Namun keunggulan Kartini adalah Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshoof, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. sehingga rasa kepeduliannya untuk kemajuan perempuan terinspirasi dari perempuan Eropa, dimana jika dibandingkan dengan perempuan Indonesia, masih sangat jauh dari kata kemajuan perempuan Eropa dalam segi pendidikan dan kelas sosial. Jika melihat fakta di atas, Kartini sudah bisa menulis dengan mengungkapkan bagaimana kondisi perempuan Indonesia yang sangat berbeda dengan perempuan Eropa yang sudah mulai maju. Dan, tulisan tersebut dimuat di De Hollandsche Lelie.

Menurut saya, itu prestasi Kartini luar biasa, ketika berani dengan pemikirannya untuk mengangkat kondisi perempuan Jawa ke dunia internasional. Itu yang tidak bisa dilakukan oleh Raden Dewi Sartika. Sehingga banyak sekali teman-teman Kartini yang di Eropa mendukung Kartini untuk melanjutkan sekolah ke Eropa, namun tidak terjadi karena dipaksa menikah dengan Singgih Djojo Adhiningrat yang sudah mempunyai isteri tiga. Dimana kondisi perempuan Jawa pada masa itu berada pada status sosial yang rendah, diibatasin pendidikannya, masih terkungkung dengan tradisi adat yang harus menerima menikah muda, kemudian dimadu, serta dipoligami dengan orang yang tak dikenal. Selain itu tradisi Jawa yang menghambat kemajuan perempuan untuk maju karena sistem patriarki yang lebih mengutamakan pendidikan kaum pria. Pemikiran Kartini tidak hanya sebatas emansipasi perempuan melainkan masalah agama, sosial dan korupsi.

Kartini tidak hanya sosok pejuang perempuan namun beliau juga kritis terhadap pandangan agama. Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu..." Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami.
Meski Kartini sendiri menjadi korban dari sistem Patriarki yang selama ini ditentangnya, yakni menikah dengan Singgih Djojo Adhiningrat.

Dengan sikap Kartini yang mengikuti sistem Patriarki menimbulkan dampak positif atau hikmah untuk Kartini dan perempuan Rembang pada saat itu. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Kartini bersyukur ketika dilahirkan dari keluarga bangsawan sehingga meski menjadi korban sistem Patriarki namun bisa melanjutkan cita-citanya memajukan perempuan Indonesia. Seandainya Kartini lahir dari keluarga miskin atau rakyat jelata, maka sejarah ini tidak pernah ada untuk kemajuan perempuan Indonesia. Tak bisa dipungkiri bahwa materi sangat penting dalam mendukung setiap kegiatan untuk menuju kemajuan. Para bangsawan tidak semuanya mempunyai pemikiran maju seperti Kartini. Bahkan para kaum partriaki pada masa itu kurang peduli terhadap kemajuan perempuan dalam bidang pendidikan. Tidak akan berguna lagi jika kekuasaaan tanpa dibarengi dengan program yang bisa mencerdaskan kehidupan berbangsa.

Dan, ketika Kartini mengalami benturan hebat antara cita-cita nya untuk melanjutkan sekolah ke Eropa dan menuruti keinginan sang Ayah untuk menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtua dengan mau dinikahi oleh Singgih Djojo Adhiningrat yang sudah mempunyai isteri tiga. Jika Kartini memaksa untuk mengejar egonya pergi ke Eropa untuk sekolah dan tidak jadi menikah pada tahun 1903, mungkin tidak banyak dilakukan Kartini untuk membantu perempuan Indonesia menjadi lebih maju, karena ajal menjemputnya pada tahun 1904. Beliau tidak bisa mendirikan sekolah perempuan tanpa bantuan suaminya. Jika melihat kondisi ini, jelas bahwa Kartini korban dari praktek poligamy tidak menghambat cita-citanya, tidak menghambat keinginannya untuk memajukan kaumnya. Justru suaminya sangat mendukung dan memahami keinginan Kartini. Ini bukan berarti saya menerima praktek poligamy hanya mengungkapkan fakta yang terjadi pada Kartini, ketika Kartini menikah dengan Singgih yang mempunyai isteri tiga namun Kartini tetap bisa menlanjutkan perjuangannya mengangkat derajat perempuan dengan mendirikan Sekolah Kartini.  

Setelah wafatnya Kartini pada tahun 1904, pemikiran beliau yang dituangkan dalam surat-surat antara Kartini dan teman-temannya di Eropa, Kumpulan surat-surat Kartini tersebut berjudul Door Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang; adalah kontribusi terbesar Kartini di dunia internasional. Novel ini tidak hanya terkenal di Indonesia melainkan di Eropa dan menjadi rujukan pergerakan perempuan di negara lainnya. Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Bagaimana dengan wajah baru Kartini saat ini, menurut hemat penulis, wajah baru Kartini Indonesia saat ini pasti ada perbedaan karena pengaruh era globalisasi sehingga para kaum perempuan sangat mudah untuk mengakses informasi dari segala penjuru dunia. Faktor teknologi informasi yang sangat canggih seharusnya sangat mendukung perempuan Indonesia. Namun masalahnya tidak semua perempuan Indonesia mendapatkan informasi tersebut, karena faktor sarana dan prasarana yang masih terbatas di daerah-daerah terpencil di Indonesia.Saat ini perempuan Indonesia sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat, dengan melek terhadap pendidikan, mempunyai posisi strategis dalam bidang Ekonomi dengan menjadi pemimpin perusahaan contoh Perusahaan Mustika Ratu yang dipimpin oleh Muryati Sudibyo, kemudian dilanjutkan oleh anak perempuannya. Posisi dalam bidang pendidikan, seperti Dr. Huzaimah merupakan perempuan mendapatkan gelar pertama doktor di Indonesia, mendapatkan gelar doktornya di Mesir, dan sekarang menjabat sebagai ketua Program Pascasarjana Institute Ilmu Quran, Dr. Uswatun Khasanah dosen UIN Jakarta, yang menduduki pemerintahan adalah Sri Mulyani sekarang menjadi salah satu direktur World Bank dan calon kandidat terkuat dari Asia untuk menjadi Direktur IMF ,Endang Rahayu Sedyaningsih lulusan Doktor Harvard sekarang menjabat sebagai Menteri Kesehatan Kabinet Indonesia Bersatu, Maria Eka Pangestu menjabat sebagai Menteri Perdagangan selama dua periode, selain itu dalam dunia politik Angelina Sondakh dari Partai Demokrat, Khofifah Indarparwansa dari partai PKB. Nurul Arifin dari Partai Golkar, Rieke Dyah Pitaloka dari Partai PDIP.

Dan masih banyak perempuan lainnya yang sukses sebagai wanita karir, namun jumlah tersebut masih tidak sebanding dengan jumlah total penduduk perempuan Indonesia yang berjumlah 118juta hasil sensus penduduk tahun 2010. Ini adalah tanggungjawab kita semua untuk memajukan kaum perempuan Indonesia. Dengan memberikan pendidikan yang baik terhadap perempuan dalam waktu 20 tahun mendatang, maka bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Dengan pendidikan perempuan yang baik maka bisa mengurangi angka kematian Ibu dan anak, mengurangi kemiskinan, mengurangi kebodohan. Amin Allahumma amin,,









Sabtu, 19 Maret 2011

SPIN OFF, KEBIJAKAN YANG SALAH KAPRAH!!!


 Siapa yang tak kenal dengan Ahmad Riawan Amin, beliau adalah mantan Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang mana keberadaan BMI cukup menyita perhatian masyarakat dan pihak yang bergelut dalam dunia perbankan dalam menghadapi krisis ekonomi pada tahun 1998, disini BMI yang menggunakan sistem bagi hasil bisa membuktikan tidak berdampak signifikan terhadap serangan krisis ekonomi. Dan kini Riawan Amin menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO). Riawan Amin berperawakan sedang, berkulit putih dan selalu ditemani oleh kacamatanya, lahir di Tanjung Pinang Riau 53 tahun yang lalu, masih keturunan bangsawan karena Ayahnya seorang tokoh penting dalam pergerakan nasional Indonesia dan mantan gubernur Riau,  yaitu SM. Amin. Dan beliau juga mempunyai sejarah pendidikan yang baik dimulai dengan mengambil tingkat sarjana BSc. New York Inst. Of Tech, USA, Architectural Technologi dan Msc. University of Texas, USA, Interdiciplinary Study. Melihat dari backgorund pendidikannya tidak berhubungan dengan pekerjaan sekarang, namun Riawan Amin biasa disapa mempunyai pengalaman lapangan yang cukup baik di dunia perbankan, sehingga menjadikan beliau serius dalam menekuni sebagai praktisi bank yang cerdas, konsisten dan tegas dalam prinsipnya. Bagaimana permasalahan dan peluang perbankan syariah tahun 2010, bagaimana pendapat beliau mengenai Kebijakan Spin Off  BI,  dan apa harapannya di tahun 2011. Untuk mengetahui itu, kita simak hasil wawancara Tabloid Ibadah dengan Bapak A. Riawan Amin di Restoran Mirasari miliknya di kawasan Kemang Utara.

Mensyariahkan pegawai atau SDM konvensional
Perkembangan perbankan syariah saat ini mengalami peningkatan, mungkin bisa dilihat dari jumlah Bank Umum Syariah yang semakin banyak dari mulai 3 BUS sekarang berjumlah 11 BUS. Namun, perlu kita cermati lebih dalam mengenai peningkatan jumlah BUS yang berjumlah 11 apakah dibarengi peningkatan market share masih berkisar di level 3,5% dari total  perbankan nasional. Namun Riawan Amin menambahkan ada juga sebagian orang yang mengatakan dalam pertumbuhan perbankan syariah tidak mengalami pertumbuhan karena porsinya perbankan syariah 3,5% dibanding perbankan nasional. Dan terkesan membuang-buang uang dan SDM yang sudah ada seperti yang dijelaskan sebelumnya di atas, kenapa tidak mengoptimalkan SDM yang sudah ada, misal demikian, kita tidak usah membuka BUS baru, berdayakan potensi yang sudah ada.
Bukannya bank konvensional sudah mempunyai cabang se Indonesia hingga sampai pelosok daerah, kita bisa menggunakan potensi tersebut untuk membuka pelayanan transaksi syariah, untuk mempermudah nasabah melakukan transaksi syariah, dan label syariah tidak terlalu penting namun yang lebih difokuskan bagaimana agar semua bank di Indonesia bisa membuka layanan transaksi syariah karena market share atau pangsa pasar perbankan syariah tidak hanya warga muslim namun non muslim juga melakukan transaksi syariah, bukan motif emosional secara keagamaan lagi dalam melakukan transaksi syariah melainkan karena ekonomi syariah dalam perbankan menawarkan konsepp ekonomi yang rasional sehingga ini bisa diterima oleh masyarakat luas bahkan nasabahnya yang non muslim karena itulah kehebatan dari ajaran islam yaitu rahmatallilaalamiin.
Kemudian, kita latih para bankir konvensional menjadi ahli dalam bidang syariah, karena dengan demikian tidak ada pemborosan dalam SDM. Dan dalam menciptakan SDM syariah skemanya bukan kita mencari SDM Syariah baru, namun memberdayakan bankir-bankir konvensional yang sudah ada dengan dilatih tentang ekonomi syariah, hal itu mudah dipelajari karena tidak semua orang mempunyai bakat dalam dunia perbankan. Contoh ada orang ahli dalam teori ekonomi syariah namun dia tidak mempunyai bakat dalam meghitung uang, maka hal itu tidak bisa dipaksakan karena dia tidak mempunyai bakat, kalau kita tetap dipaksakan maka kita akan mendzalimi orang tersebut dan hasilnya pasti ada selisih terus dalam penghitungan sehingga bisa merugikan perusahaan. Lalu bagaimana untuk meningkatkan SDM syariah, Riawan Amin menyebutkan Pertama dukungan pemerintah yang mewajibkan layanan syariah tersedia di tiap titik layanan (outlet) bank apapun juga di seluruh Indonesia, sehingga masyarakat diberi kebebasan memilih antara layanan syariah atau layanan jahiliyah konvensional. SDM yang baik adalah yang berbakat, termotivasi, terlatih dan berpengetahuan. (TASK= talent, attitude, skills and knowledge). Keempat-empatnya harus ada, jangan hanya tiga, dua atau hanya satu dari ketiga syarat di atas.
Pemerintah dan perbankan syariah wajib terus menerus melakukan pencarian bakat dan pembibitan SDM syariah tanpa henti (setiap saat). Yang tersulit adalah pencarian, penelusuran dan pemanduan bakat (T= talent). Bakat adalah bahan baku tak tergantikan. Jadi paradigmanya bukan mengganti dan mencari dengan orang-orang syariah tapi mensyariahkan orang-orang yang sudah ada. Itu kuncinya. Saya tidak tertarik kepada bank syariah. Saya tertarik kepada transaksi syariah yang besar di negeri ini. Mau itu dilakukan oleh bank syariah atau bukan, yang penting transaksi itu lebih besar, nilai-nilai syariah itu makin kuat”. Tambahnya.
Menurut Riawan Amin, kita harus inklusif dan eksklusif dalam mengembangkan perbankan syariah. Inklusif adalah kita bisa melayani nasabah syariah dengan baik, baik muslim maupun non muslim, dan juga mendayagunakan infrastruktur perbankan nasional yang sudah ada. Eksklusif adalah kita harus menjalankan skema-skema dan aturan syariah yang baku yang tidak bisa ditawar tawar lagi dan itu ahlinya adalah para ulama, dewan syariah nasional. Namun yang terjadi adalah salah kaprah, contohnya orang menawar-nawar kemurnian syariah dengan alasan bahwa syariah itu kok jadi terlalu mengekang dan menghambat bisnis. Ada suara-suara banyak seperti itu dari para bankir perbankan syariah yang cuma ingin melihat jangka pendek saja yang mau cuma ingin liat rakhib jangka pendek.
Dan dalam menciptakan BUS baru pasti membutuhkan infrastruktur baru. Infrakstruktur minimal ada yang fisikal ada yang nonfisikal. Yang fisikal contohnya gedung, ATM, perangkat-perangkat elektronik yang membutuhkan biaya, perangkat teknologi. Kemudian yang nonfisik seperti SDM. Ini seharusnya kita jangan mendikotomikan antara cabang syariah dengan cabang konvensional, SDM syariah dengan SDM konvensional.
Jadi pendirian BUS baru berpengaruh terhadap masalahnya costly itu saja. Membutuhkan banyak biaya. Contoh ada satu bank yang saya dengar tahun 2011 ini akan membuka 1000 cabang syariah baru. Hebat ini. Mungkin dia bisa mengatakan ini uang kan uang kita. Bukan urusan orang lain untuk mengomentari. Tetapi terlepas apakah uang itu uang dia atau tidak, tetapi secara pasti secara nasional itu jelas jelas membuang resources industri perbankan syariah. Bukankah lebih baik sibuk mensyariahkan cabang konvensional atau cabang induknya daripada sibuk membuka cabang baru. Atau dengan memperbanyak pelanggan syariahnya. Untuk memperbanyak pelanggan syariah dibutuhkan outlet yang luas, bukan outlet baru yang luas. Karena pertumbuhan BUS tidak menarik banyak pelanggan syariah, dan dalam kemampuan modal dan aset perbankan konvensional masih lebih unggul. Artinya mau buka sebanyak apapun anda akan tetap kalah dengan bank konvensional. Kalau gitu kenapa tidak dipakai aja cabangnya bank konvensional. Itu sudah bisa mengefisiensikan biaya yang sudah terbatas.
Yang dasarnya sudah terbatas ini dihambur hambur lagi untuk istilahnya re-invent the wheel artinya mengulang-ulang, membangun, menemukan hal yang sudah ada. Tapi intinya adalah membuat-buat sesuatu yang sudah ada. Mengada-ada. Inilah inti dari permasalahan perbangkan syariah. Pemborosan bangsa, pemborosan industri syariah, dan sabotase terhadap efisiensi perbankan syariah. Kebijakan spin off yaitu pemisahan dari Bank Umum Konvensiona (BUK) ke BUS menurut Riawan Amin masih belum tepat dan tidak strategis. “Ini tidak menguntungkan industri syariah. Ini menguntungkan orang-orang yang tidak punya kedudukan, lalu pengen menjadi direksi. Apa sih yang terjadi kalau spin off kalau ini dispin off, jadi bank baru, bank xs. Kadivnya jadi direksi donk . Senang ? Senang tentunya. Dapat fasilitas, dapat gaji, dapat kedudukan. Ini pragmatisnya, ada jabatan direksi, jabatan komisaris, mungkin ada jabatan dewan pengawas yang baru, kalau ada orang pensiun bisa jadi komisaris. Senang semua senang, lima persent target regulator tidak tercapai.
Tapi dengan adanya spin off, hebatnya dulu Cuma dua bank syariah sekarang ada sebelas bank syariah. Jadi kalau kita lihat masing-masing, ini kemajuan.....dulu, jadi UUS sekarang jadi bank penuh. Kemajuan. Dulu kadiv sekarang jadi direksi, kemajuan. Dulu Cuma dua sekarang jadi 11, kemajuan. Siapa bilang spin off  ini gagal, taun ini kita tumbuh 40 % lho. So what....’ tegasnya.

Kurikulum berbasis syariah
Saat ini, seperti hasil wawancara dengan Pak Agustianto selaku Sekjend IAEI mengatakan bahwa “Kurikulum berbasis syariah sebenarnya sudah dirumuskan oleh IAEI dalam berbagai forum, simposium dan juga semiloka. Lebih jauh lagi, kurikulum itu sudah kita serahkan pada bulan Mei 2010 kemarin kepada Menteri Pendidikan terdahulu, Bapak Bambang. Dan belum lama ini kita ulang lagi dengan menyampaikannya kepada Bapak Fasri Jalal. Jadi, intinya, kementrian diknas atas nama pak Fasri Jalal sepakat mendukung pendidikan ekonomi syariah melalui perguruan tinggi umum.” Paparnya.
Namun Riawan Amin mempunyai konsep sendiri terhadap kurikulum berbasis syariah yang memang dirasakan sangat penting. Syariah itu tertancap dalam di tulang sumsum, jadi harus berbakat, termotivasi, terlatih dan berpengetahuan. (TASK= talent, attitude, skills and knowledge).

Seperti ilmu bela diri, syariah itu ilmu bela agama yang bisa dipelajari tapi tak bisa diajarkan. Di dunia ini ada banyak pendekar sabuk hitam bersertifikat resmi yang terpukul KO (knocked-out) dalam duel tangan kosong satu lawan satu melawan preman jalanan. Syariah itu aplikasi nyata. Prinsip syariah itu sederhana: apapun semuanya diperbolehkan, kecuali jika telah diatur secara khusus oleh ketentuan yang lebih tinggi. Jangan pernah menghargai orang pandai yang membuat transaksi syariah lebih rumit dari semestinya. Orang itu musuh yang sedang mencekik syariah (dengan engembangkan aturan syariah, yang mempersulit berkembangnya bisnis syariah). Jadi kita jangan sampai terfokus pada dosen dan kurikulum, yang penting semuanya berniat baik dan yang lebih penting lagi, para santri atau mahasiswanya, semua terseleksi ketat dan bisa dipastikan unggul dalam  bakat, motivasi, berlatih dan menimba pengetahuan. (TASK= talent, attitude, skills and knowledge).

Selain itu standar kualifikasi bankir amat berbeda dengan kualifikasi sarjana. Hampir setiap bankir yang kuliah akan lulus dengan baik sebagai sarjana, namun hanya kurang dari 1/1000 (seperseribu) sarjana yang bisa lolos tes masuk jadi bankir. Kader yang TASK (punya bakat, sikap, ketrampilan dan pengetahuan) pasti selalu akan diterima bekerja dan belajar di bank syariah. Namun seperti militer, semua wajib mengikuti proses sejak awal, baik bagi yang cepat maupun yang lambat. Tidak bisa langsung jadi pimpinan sesuai golongan ijazah formalnya, karena yang diukur adalah kemampual aktualnya. Terutama kemampuan mencari dana masuk, aspek hukum, risiko dan keuntungan investasi, serta menagih kredit macet.

MARKET SHARE PERBANKAN SYARIAH
Pertumbuhan perbankan syariah meningkat bisa dikatakan di Indonesia Lembaga perbankan syariahnya paling banyak di Asia bahkan paling terbesar di dunia, kenapa tidak dibarengi pertumbuhan Market share Indonesia yang masih minim sekali 3%. Yang menyebabkan pangsa pasar (market share) syariah kecil adalah bertambahnya jumlah bank umum syariah (BUS) eks unit usaha syariah (UUS), karena bertentangan dengan 2 (dua) aturan yang lebih tinggi yakni rasio kecukupan modal (CAR= capital adequacy or capital asset ratio), serta BMPK= batas maksimum pemberian kredit (LLL= legal lending limit).
Salah satu UUS-bank syariah modalnya 30T (tiga puluh lima trilyun) ikut bank induknya, jadi boleh menerima 360T (tiga ratus enam puluh trilyun) dana masyarakat dan bisa memberi kredit maksimal 15T (lima belas trilyun) per debitur. Sebagai BUS, bank syariah tersebut modalnya 200 (dua ratus milyar), hanya boleh menerima dana masyarakat senilai total maksimal 2,5T (dua setengah trilyun) dan hanya bisa memberi kredit maksimal 100M (seratus milyar) per debitur. Amatlah wajar jika pangsa pasar perbankan syariah turun drastis dan para deposan serta debitur besar dari UUS lari ke bank konvensional, karena tak boleh lagi dipegang BUS. Jika melanggar CAR dan LLL bank ditutup dan bankirnya dipenjara. Semakin banyak UUS di-spin off jadi BUS, masyarakat ekonomi syariah semakin tercekik. Sebaliknya regulator merasa sukses karena jumlah BUS bertambah, juga Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas Syariah dan karyawan syariah bertambah. Masyarakat ekonomi syariah, termasuk pers-nya tentu tak berdaya melawan kejahatan berjamaah yang dilakukan orang-orang pintar multi disiplin ilmu semacam ini. Di Indonesia ini amatlah langka orang yang memiliki 3 (tiga) kesaktian, trisakti: cerdas, jujur dan berani. Kebanyakan hanya memiliki 2 (dua) dari 3 (tiga) ciri tersebut.Yang cerdas dan jujur tidak berani, yang berani dan jujur tidak cerdas. Sisanya adalah mereka yang cerdas dan berani, namun tidak jujur. Golongan manakah anda dan pers anda? 

Target market share perbankan syariah pada tahun 2004 adalah 5%.
Untuk mencapai Market share 5%5 % pada tahun 2009 mestinya. Sekarang 2010 berapa asetnya?  3%. Ada target menjadi 11 bank syariah waktu di acuan 2004? Ngga ada. Yang ada adalah target 5%. Jadi kalau target 5% tidak tercapai, ya gagal. Mau ada 100, 200, 300 kalau market sharenya kecil yang sama saja bohong. Pertama saya mengharapkan otoritas BI dipakai secara optimal, sesuai dengan DPR kepada Pak Darmin Nasution waktu feat and proper tes, otoritas digunakan utuk betul2 digunakan untuk mendorong bank-bank besar apalagi bank pemerintah, untuk meningkatkan transaksi syariah. Apakah dengan meningkatkan modal 10 kali lipat bagi bank yang sudah terlanjur spin off..ataukan induknya mengalihkan aset-asetnya dipindahkan kepada bank yang spin off tadi. BI harus meningkatkan otoritasnya untuk mendirong bank-bank besar untuk memperbesar transaksi syariah.

BI HARUS MENDORONG BANK-BANK BESAR UNTUK MAU BERTRANSAKSI SECARA SYARIAH

Riawan Amin menegaskan kepada semua pejabat perbankan syariah di Indonesia. “Bankir-bankir syariah itu harus sadar diri, jangan mau dan berbangga tapi menjadi ikan teri di kolam yang sempit, jadi berpikir bebadan besar dikolam sempit, harusnya berbadan besar di kolam yang besar. Kalau kolamnya sempit maka seperti besar di kandang sendiri. Kalo bangga pertumbuhan 40% bangga ya betul, tapi 40% dari mana??? Memang pertumbuhannya besar, contoh, aset perbankan syariah 2 triliun tumbuh 50% dia menjadi 3T. Namun bank yang 30T tumbuhnya 50%  menjadi 3T. Kalo bank kecil tumbuh 50% ya wajar-wajarnya gak ada apa-apanya. Untuk itu perlu strategi yang bagik agar market share perbankan Syariah Indonesia bisa meningkat dan bersaing dengan Malaysia. Pertama, adakan layanan syariah di titik layanan (outlet) bank manapun juga di seluruh Indonesia tanpa kecuali. Kedua, jangan menambah produk dan kerumitan syariah agar bisnis syariah berkembang pesat. Ketiga, tanamkan rasa berdosa pada semua orang yang belum menjalankan transaksi secara syariah. Keempat, stop semua spin-off UUS ke BUS. Kelima, pastikan para mujahid ekonomi syariah lebih cerdas, jujur dan berani. Kita tak perlu bersaing dengan Malaysia karena penduduk Malaysia hanya 8% (delapan persen) penduduk Indonesia, jadi 2% (dua persen) di Indonesia jumlahnya sudah 25% (dua puluh lima persen) dari porsi di Malaysia. Sedangkan mereka baru 10% (sepuluh persen) saja. Kita sudah di depan mereka. Padahal konstitusi Malaysia mengatakan bahwa agama negara adalah Islam Sunnah wal Jamaah mahzhab Syafi’i, sedangkan konstitusi kita masih multi agama. Namun, Saat ini belum ada aturan yang mewajibkan semua titik layanan (outlet) bank di Indonesia untuk menyediakan layanan syariah. Sehingga masyarakat tidak diberi kesempatan yang sama, karena layanan syariah jauh, maka secara darurat mereka terpaksa masih melakukan transaksi perbankan konvensional. Demikian pula Undang-undang Perbankan Syariah yang ada bersifat amat cerdas mencekik dan membatasi bank-bank syariah. Sama sekali belum memaksa semua pelaku pasar dan aparat pemerintah menyediakan layanan syariah yang jujur. Untuk meningkatkan market share di Indonesia dengan dibukakannya pintu taubat berupa tersedianya layanan syariah di setiap titik layanan (outlet) bank apapun juga di Indonesia, tanpa ada yang boleh dikecualikan. Sehingga tiap orang beriman setiap saat dapat memilih antara layanan perbankan yang syariah ataupun yang jahiliyah.
Aset perbankan nasional pada tahun 2009 mencapai Rp 2.534.106 triliun. Angka tersebut naik 9,68  persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp  2.310.557 triliun. Kalau kita asumsikan kenaikan asset perbankan nasional setiap tahun mencapai rata-rata 9,68  persen, maka pada tahun 2015 jumlah total asset perbankan nasional mencapai Rp 4.411.543  triliun (lihat Tabel 1)
Tabel 1. Pertumbuhan Asset Perbankan Nasional 2008-2015
Tahun
2008
2009
2010*
2011*
2012*
2013*
2014*
2015*
Asset
  2,310,557
  2,534,106
  2,779,407
  3,048,453
3,343,554
3,667,210
4,022,195
4,411,543
Catatan:
1.    Aset dalam triliun rupiah
2.    Angka tahun 2010, 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015 masih prediksi dengan asumsi tingkat kenaikan atau pertumbuhan 9,68 persen per tahun
Dengan berpatokan pada angka tersebut, maka asset perbankan syariah harus mencapai Rp 220,577 triliun agar bisa meraih pangsa pasar lima persen pada tahun 2015. Tapi, bukankah tadi kita sudah menantang diri kita untuk meraih pangsa pasar 5 % pada tahun 2012? Aset perbankan syariah tahun 2010, berdasarkan perkiraan growth 2008 – 2009 (33,37%), adalah 79 Trilliun. Untuk mencapai pangsa 5% pada tahun 2012, maka aset perbankan syariah haruslah mencapai 168,39 T (5% dari 3,343,554). Itu artinya perbankan syariah harus tumbuh rata-rata 46 % per tahun. Itupun dengan asumsi perbankan nasional hanya tumbuh 9,68% per tahun, dan tetap mematok target pangsa pasar perbankan syariah 5% pada tahun 2012. Dengan perhitungan tersebut, maka asset perbankan syariah pada tahun 2011 diperkirakan mencapai Rp. 115,34 Trilliun (lihat tabel 2). 

Tahun
2008
2009
2010*
2011*
2012*
Aset
49,555
66,090
79
115,34
168,39

Note : Untuk tahun 2010 Total Asset Perbankan Syariah per Agustus 2010 sudah 79.641

Inovasi produk perbankan syariah
Inovasi produk perbankan syariah menjadi salah satu sorotan karena dinilai bisa menarik pelanggan untuk bertransaksi secara syariah, namun pemikiran Riawan Amin perlu diperhatikan karena lebih mengedepankan transaksi dibanding label pada bank syariah. Menurutnya,”Saya kasih contoh yang simple aja, apa produk BCA?? Tahapan BCA produk sudah lama banget, produk tahapan BCA besar dan sudah banyak dikenal banyak orang tapi tetap diiklankan terus sampai sekarang sehingga banyak nasabahnya. Ini yang salah kaprah pada bank syariah, yang harus ditingkatkan adalah nasabahnya bukan produknya, makin sedikit produk, makin banyak nasabah makin produktif, nah yang terjadi apa pada produk bank syariah? Masing-masing karena dipecah menjadi banyak, mereka sibuk mengembangkan produk sendiri-sendiri, dilihat dari jumlah bank syariah berjumlah 10 sudah banyak sibuk dengan developer produk, produknya banyak tapi nasabahnya gak ada. Inikan lucu,,Jumlahnya terlalu banyak, namun kualitasnya masih rendah, Nasabah dibingungkan oleh banyaknya nama serta peristilahan produk, namun layanannya masih standar dan mahal. Saya tidak percaya mitos terlalu banyak produk, produk syariah tidak inovatif, produknya kurang, apa seh yang tidak ada di syariah, malah kebanyakan menurut saya, ruwet lagi. Saya gak ngerti dengan policy perbankan syariah sekarang. “ tegasnya. Kalau mau untung jangan buat banyak produk, dengan kapasitas yang terbatas. Lain misalnya Bank CIMB Malaysia, yang punya induk di Malaysia yang produknya sudah 150ribu lebih, makanya tinggal menyesuaikan, tapi kalau bank-bank yang tidak punya induk bank syariah, sibuk dengan mendeveloper produk baru saja, udah gitu prooduk barunya tidak punya kelebihan apa-apa, kapan jualannya mas?? karena kita mesti tahu produk itu costly banyak menghabiskan biaya, SDM, waktu,  sesudah produk itu keluar itu harus menghabiskan biaya sosialisasi, mentraining karyawan semua, mengedukasi masyarakat, dan membayar iklan.
Dua tahun yang lalu, entah sekarang berapa, 8 dari 10 orang ditanya apa produk perbankan syariah yang Anda ingat? Pasti ShareE, karena Bank Muamalat Indonesia tidak banyak mengeluarkan produk hanya satu dan dua produk kemudian iklannya fokus. Karena Tabunagn ShareE keunggulannya banyak. Kalau dalam perbankan ada 3 point ada opening, transaction dan closing. Bank-bank lain fokus pada transaction aja, seperti menambah internet banking dan sebagainya. gak ada yang menempuh opening, ShareE adalah produk dengan opening yang termudah dan  tercepat dari produk bank manapun, tidak hanya dalam bank syariah bahkan nasional, mungkin paling tercepat se internasional. Tabungan instan sejenis sharE di Bank Muamalat dulu, bisa dibeli di mana saja dan bisa diaktifkan dalam semenit, bisa ditarik di anjungan tunai mandiri (ATM) mana saja.
Yang menjadi penghambat dengan pengembangan inovasi produk perbankan yaitu kecenderungan untuk membenarkan yang lazim dan bukan melazimkan yang benar. Komputer bank mencampurkan data angka (numerik) akuntasi legal dengan data informasi huruf tetang nama, tempat /tanggal lahir, alamat yang tidak bisa diproses ATM. Demikian pula kontraktor mesin hitung (computer), ternyata menangani  data huruf (information technology), maka rahasia bank yang dijamin undang-undang, jatuh ke tangan teknisi non bankir. Sehingga berpotensi dibobol penjahat.


Dukungan Pemeritah
Dukungan pemerintah indonesia terhadap perkembangan perbankan syariah Indonesia dibanding Malaysia dinilai masih kurang. Pemerintah Indonesia masih mendukungnya dengan setengah hati. Beda dengan negara Malaysia yang pemerintahnya sangat mendukung gerakan ekonomi syariah.
Kita kalah dari Malaysia karena:
1.    Ada kesinambungan kepemimpinan di Malaysia, yang memimpin sekarang adalah UMNO
2.    Ada kesinambungan program dalam pemerintahan, artinya Megawati gantiin Gusdur, Megawati jangan ganjel Gusdur donk, Kalo Megawati digantiin SBY, SBY jangan ningggalin program Megawati. ada program nasional yang harus dilanjutkan. Dua hal ini juga tidak dijalankan di Indonesia,
3.    Ada kesinambungan ada konsistensi antara tindakan dengan dasar-dasar negara. Nilai-nilai Pancasila harus tetap dijaga untuk melandasi dalam menjalani program khususnya Perbankan Syariah sesuai dengan sila Pertama Pancasila Ketuhanan yang Maha Esa. Dan Pebankan Syariah menjadi dasar strategisnya bukan sekedar dari sisi praktis keuntungan jangka pendek. Perbankan Syariah itu jangka panjang akan menyebabkan struktur perekonomian kita menjadi lebih sehat tentu harus dibina dari sekarang, untuk itu perlu diprioritaskan bukan dibiarkan bersaing dengan yang lebih besar. 
Policy spin off  itu adalah yang menyebabkan persaingan secara tidak sadar antara anak yang masih kecil (bank syariah) dan anak yang sudah besar (Bank Umum Konvensional), sampai kapanpun bank syariah tidak akan menang. Pemerintah Indonesia belum spenuhnya mendukung perbankan syariah, sebagaimana dilakukan oleh pemerintah Malaysia. Namun perbankan syariah Indonesia (kecuali lima tahun terakhir ini) tumbuh lebih cepat dibandingkan perbankan syariah Malaysia. Penyebabnya karena di Malaysia sudah 10% maka lawan sulit dipaksa mundur dari 90% ke 89%, sebaliknya di Indonesia baru 2%, jika pun dimajukan jadi 5%, lawan masih punya 95% .
Pemerintah adalah hamba hukum yang taat, maka mereka telah berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan amanah Undang-undang Perbankan syariah, yaitu mengawasi, membatasi, serta menetapkan aturan main yang seketat mungkin. Yang keliru kan legislator bukan eksekutor. Pemerintah Malaysia terkesan sangat memaksakan untuk meningkatkan market share  perlu dicari kebenarannya, dengan memberikan dana sebagai pihak ketiga dalam jumlah besar kepadan perbankan syariah untuk mendongkrak nilai market share. Mungkin fakta tersebut ditafsirkan keliru. Pangsa pasar (market share) adalah alat ukur atau indikator. Jika indikatornya baik, maka hasilnya pasti baik. Sebaliknya jika hasil tak berubah, maka takkan berguna jika indikatornya diubah. Misal batas tinggi minimum taruna Akabri= 165 Cm (Centimeter), maka seorang yang tingginya 160  Cm saat berbaris akan tampak lebih pendek dari rekan-rekannya, walau ia berhasil mengubah meterannya, sehingga membuktikan tinggi badannya 170 Cm.
Tak ada gunanya meninggi-tinggikan dana pihak ketiga (DPK) lebih dari yang seharusnya. Dana pemerintah ditanam di bank-bank syariah karena dianggap menguntungkan dan tanpa rekayasa pun tetap masuk dalam aktiva sebagai dasar ukuran pangsa pasar,

Permasalahan perbankan syariah
Perbankan syariah masih dianggap sebagai alternatif aneh yang kampungan, bukan sebagai solusi ekonomi yang berkeadilan. Indonesia dipenuhi oleh banyak pakar disiplin (sekat-sekat) ilmu, yang sangat pandai membahas ilmu menurut bidang keahliannya. Mereka kesulitan memecahkan persoalan multi dimensi, karena lebih setia pada bidang ilmunya dibandingkan pada solusi aktual pemecahan masalah seharusnya. Lihatlah para Guru Besar dengan pendidikan S1, S2 dan S3 di bidang ilmu yang sama. Jarang di antara mereka yang memiliki lebih dari 4 (empat) gelar S1 di bidang ilmu berbeda yang terkait pemecahan masalahnya. Jadi mereka hanyalah para ‘Guru Tinggi’ atau ‘Guru Jangkung’ karena berilmu tinggi, tapi sama sekali bukan ‘Guru Besar’ karena besar itu artinya tinggi dan lebar.
Jika tak mampu jadi ‘Guru Besar’, maka menurut ilmu konstruksi, guru yang ‘pendek dan lebar’ akan jauh lebih stabil (sulit digulingkan) dari guru ‘tinggi yang tidak lebar’.
Perbankan dan ekonomi syariah wajib dianggap sebagai satu-satunya solusi, dan bukan hanya sebagai salah satu alternatif. Allah SWT akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu. Jangan lagi ada dusta di antara kita, ‘Guru Besar’ ilmunya haruslah lebar dan tinggi, jangan asal tinggi, sehingga masyarakat tidak lagi tertipu solusi parsial per disiplin ilmu. Juga bagi mereka yang tak perduli dengan syariat Allah SWT, paling tidak pilihlah sistem ekonomi yang tulus, jujur dan adil seperti ekonomi syariah. Mungkin anda tak percaya akhirat, tapi tentunya di dunia fana ini pun anda tak ingin di-dzolim-i.

Harapan perbankan syariah kedepan
Insya Allah, persaudaraan Muslim dunia akan menguat. Dana besar milik sedikit Muslim kaya asal minyak Timur Tengah yang diparkir di Amerika akan bergeser ke Malaysia. Selanjutnya dari sana akan dilempar ke semilyar pengusaha Muslim di negara-negara sekitarnya. Penduduk Malaysia hanya sekitar 20 (dua puluh) juta jiwa dan tak akan mampu menyerap semuanya. Untuk jadi pemain global, peluang kita hanya satu: perbankan syariah. Indonesia merupakan pilihan terbaik karena termasuk salah satu dari 3 (tiga) negara dunia yang tidak krisis, selain China dan India. Populasi Muslim Indonesia terbesar di dunia. Untuk menuju kesana kepastian harus ditegakkan. Kepastian hukum adalah saudara kembar investasi. Tanpa kepastian hukum, investor akan lari. Ini bukanlah nasib, karena keputusannya di tangan kita sendiri. Negara-negara lain harus membenahi banyak hal, tapi kita hanya perlu satu ini saja. Sesungguh semua cobaan yang kita hadapi adalah cobaan biasa yang tak melebihi kekuatan kita sendiri dan sesungguhnya Allah SWT tak kan mengubah nasib suatu kaum, jika kaum tersebut tidak berupaya sekuat tenaga untuk mengubah nasibnya sendiri,
Ketika Malaysia melakukan ekspansi pasar di Indonesia kita gak bisa katakan baik atau buruk, itu adalah kenyataan karena sudah terjadi, dan tidak ada larangan untuk membuka bisnis di Indonesia. kalau saya yang ditanya saya akan melarang. Kita melihat visi ASEAN juga, kita berharap tahun 2015 ada one currensy ASEAN. Currenncy bersama Asean, kalau itu sudah terjadi pelan-pelan akan tidak ada relevansinya lagi, artinya orang yang dianggap asing adalah orang yang di luar ASEAN. Mungkin Tahun 2020 ada sumpah ASEAN, pada saat one currency sudah terbentuk dan insyaAllah akan dibackup oleh emas atau sekalian one currencynya dinar dan dirham, maka gak relevansi lagi Malaysia itu asing. Tetapi jika terjadi one ASEAN currensy, maka China, India dan Amerika Serikat. Untuk konsep one Asean Currency sudah menjadi komitmen bersama anggota Asean, semoga langkah ini segera terwujud untuk segera menerapkan sistem ekonomi syariah secara baik dan benar, semoga, amin.Iis Aisah

Good Governace atau Clean Governance



Jakarta 8 Januari 2011. Good corporate governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Ia berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara.  Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif.  Oleh karena itu diterapkannya GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan.  Penerapan GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam menegakkan good governance pada umumnya di Indonesia.  Saat ini Pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan good governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan Pemerintah yang bersih dan berwibawa.

Itulah kata sambutan Budiono ketika menjabat sebagai Menteri Kordinator Perekonomian dalam buku pedoman umum Good Corporate Governannce. Kini ada istilah baru yaitu Good Clean Governance yang dikeluarkan oleh Prof. Veitzal Rifai dosen Universitas Indonesia dan Pengurus dari Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) yang ditemui pada acara International Conference di Hotel Mandarin yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi Syariah Trisakti. Beliau menyebutkan bahwa konsep Clean Governance adalah lebih tepat digunakan oleh perusahaan Indonesia saat ini khususnya perbankan syariah. Beliau juga mengatakan “selama ini orang berbicara tentang good governance, padahal mereka tidak  memahami atau mengerti tentang hal ini. Kenapa tidak kita memulai langsung bicara tentang clean governance. Good bukan berarti clean.” Tegasnya. Prof. Rivai menambahkan bagaimana jika konsep good governance diterapkan dulu untuk menuju clean governnance, “ Kan bisa diatasi satu-satu. Kalau clean governance sesuai dengan prinsip hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin. Kalau hari ini sama saja dengan hari kemarin maka itu namanya rugi.

Lalu clean governance juga berlandaskan pada surat  Ar Ra’d ayat 11. Allah tidak akan merubah suatu kaum apabila kaum tersebut tidak berusaha merubah sendiri nasibnya. Surat 62 ayat 10. (Bertebarlah kau di muka bumi sebagian dari arti surat Al Jumuah, rejeki kita di mana-mana... dst). Yang ketiga, selesai suatu perkara tidaklah pindahlah ke perkara berikutnya. Itulah clean governance. Namun kelemahan dari good governance menurut Prof. Rivai “Penyebabnya kan banyak kenapa ga diselenggarakan. Mungkin kalo dia bank, standar over turn belum baik. Yang kedua adalah intrasrtucture belum baik. Yang ketiga reward and punishmentnya juga belum ditegakkan belum baik, lantas quality of men-nya atau manusianya, kalo di bank islam itu manusianya belum syar’i, dia masuk ke bank islam istilahnya hanya ganti baju saja, tapi ruhnya belum. Clean governance itu diperoleh hanya dari mereka yang sudah mempunyai ruh islam, jadi kemampuan daya tolak kepada kesalahan-kesalahan cepat bereaksi. kalau bagi saya good governance tataran normatif, kita harus bicara clean”, tegasnya. Menurut penulis, kelemahan clean governance bisa diterapkan tidak hanya di GCG namun kebijakan yang lain, jadi suatu hal yang alami seandainya jika ada orang atau perusahaan tidak menjalani aturan dari pemerintah maka reward and punishment harus diterapkan. Di dalam indikator good governance yaitu transparansi, akuntabilitas, tanggungjawab dan independen sudah sesuai dengan kaidah syar’i. Namun konsep clean governance yang ditawarkan Prof. Rivai harus lebih sistematis, dikaji kembali dan terbukti dulu secara ilmiah agar bisa diterima oleh masyarakat Indonesia.

Dalam waktu dekat BI juga akan mengeluarkan Good Governance Syariah, untuk apa kebanyakan istilah jika intinya sama demi suatu kemaslahatan bagi semua pihak yang terkait, jika tidak demikian, maka pemerintah seakan hanya ingin mendapatkan proyek dan hanya wacana saja tanpa dibarengi dengan implementasinya yang sungguh-sungguh dalam kehidupan sehari-hari. Namun Prof. Rivai masih menguatkan pendapatnya bahwa outcome berupa clean governance menjadi tujuan utama beliau menggambarkan clean governance dalam omzet perusahaan jika baik, maka bagaimana agar yang kita inginkan bukan hanya terjual habis melainkan bagaimana agar pembeli tersebut bisa kembali kepada perusahaan tersebut sehingga kepuasan pelanggan bisa disampaikan kepada orang lain. Mungkin Prof Rivai ingin agar semua aturan GCG jika perusahaan atau pemerintah tidak menerapkan GCG tersebut maka ada reward and punishment sebagai efek jera dan ketegasan dari konsep GCG tersebut. Agar perusahaan dan pemerintah bisa menciptakan clean governance menurut Prof. Rivai yang harus dilakukan adalah” pertama orangnya dulu. Tegakkan peraturan, kejar terus karena kompetitor akan membuat hal yang sama dengan kita. Kejar, cari, upayakan sehingga jika tercapai, muslim tidak mungkin miskin. Muslim itu harus tangan di atas, jadi muzzaki bukan mustahiq. “ kita tunggu saja GCG Syariah yang dikeluarkan oleh BI,.... Iis Aisah


Redesain Gerakan Ekonomi Syariah 2011?


Pertumbuhan perbankan syariah saat ini mengalami kemajuan. Meskipun begitu, masih cukup banyak kendala dan problematika yang dihadapi sehingga kemajuan tersebut prosesnya dirasakan belum secepat yang seharusnya. Perlukah dilakukan langkah-langkah redesain bagi gerekan pengembangan ekonomi syariah di Indonesia? Simak wawancara khusus Ibadah dengan Bapak Beny Witjaksono, pimpinan Bank Mega Syariah Indonesia (BSMI).


Sejauh pengamatan Anda, apakah perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sudah cukup memuaskan, atau perlu diadakan usaha redesain agar gerakan ekonomi syariah pada tahun 2011 ini bisa lebih baik lagi?

Menurut saya, dengan ungkapan redesain, seolah-olah desain yang lama tidak baik kemudian harus diubah menjadi yang baru. Jujur, saya kurang sependapat dengan hal itu. Sebenarnya, desain yang dibuat oleh pendahulu kita tentang ekonomi syariah sudah sesuai dengan plat form-nya. Saya kira, tatanan dari Undang-Undang tentang perbankan syariah yang sudah dirancang dari awal, sudah tepat dan mengenai sasaran.
Kita sebaiknya lebih fokus berbicara tentang perbankan syariah saja. Kalau ekonomi syariah itu cakupannya terlalu luas. Perbankan syariah ini, kalau kita bicara tentang desain awalnya, sebetulnya sudah dibuat sedemikian rupa agar lebih banyak keterlibatan masyarakat, jadi bersifat partisipatoris, alias tidak dipaksakan oleh suatu kekuatan tertentu.
Yang saya pahami dari pendahulu-pendahulu itu, mereka memulainya dari rancangan Undang-undang Perbankan Syarih (UUPS) dulu, sebelum akhirnya pada tahun 2008 UUPS secara resmi disahkan. Bahwa dibolehkannya ada dua sistem banking, itu menurut saya sudah merupakan platform yang bagus. Kita juga sudah berjalan seperti itu. Maka, sejak tahun 2000-an awal, Bank Syariah Mandiri (BSM) bisa menjadi Bank Mandiri Syariah (BMS). Begitu juga dengan Bank Mega Syariah; dulu dari Bank Tugu kita bisa konversi, dan tahun 2003 menjadi BSMI, kemudian menjadi BMI sejak tahun 1992.

Jika dirumuskan lebih cermat lagi, sebetulnya desain awal perbankan syariah kita itu seperti apa?
Sebenarnya ada tiga desain di situ; yakni desain kelembagaan, desain masyarakat, dan desain pemerintah. Desain dari pemerintah seperti yang saya sebutkan tadi, yakni melalui regulasi. Sedangkan dari segi kelambagaan, misalkan saja dulu masih belum fokus apakah kita boleh membangun Badan Usaha Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS); mana yang harus dikembangkan, dulunya memang belum jelas, tapi sekarang UU-nya sudah jelas bahwa ultimetnya adalah bank umum syariah boleh membuka UUS, tapi pada tahun ke-15 harus beralih menjadi BUS.  
Kemudian, dari segi masyarakatnya. Dulunya kita lebih banyak berpikir jika berbankir ke syariah itu adalah lebih dikarenakan motivasi spritual, “Ya sudah deh, Islam sudah menganjurkan begitu”. Benar bahwa motivasi spitual itu memang sangat penting. Akan tetapi, yang tidak kalah penting juga adalah pertimbangan aspek opportunity dan keunggulan produk dan pelayanan. Desain yang sudah ada sekarang ini rasanya sudah mengarah ke sana. Jadi, fasilitas apa saja yang sudah ada pada bank konvensional, insyaallah kita juga sudah menyediakan semuanya.

Fasilitas-fasilitas yang tadi Anda katakan semuanya ada di perbankan syariah, apakah itu adalah duplikat dari produk-produk perbankan konvensional. Dengan kata lain, hanya berganti nama dan bajunya saja, tapi substansinya tetap sama?
Kita ini ngomongin industri, maka kita berarti juga sedang ngomongin sumberdaya yang tersedia. Kalau anda mau tanya ini duplikat atau brand new, atau bahkan kombinasi, itu gak masalah. Mau niru atau apalah namanya, yang penting ‘kan ada.
Bukankah yang seperti itu ada kesan dipaksakan?
Kalau dipaksakan, kita punya Dewan Pengawas Syariah (DPS). Jadi, setiap langkah kita diawasi oleh DPS. Jika Anda bertanya apakah kita murni 100% syariah? Saya bisa jamin belum. Apakah kita  akan menuju kesana? InsyaAllah kita semua memang ingin menuju kesana. Seluruh industri syariah sama-sama berkeinginan menuju kesana. Tapi, tentu semuanya butuh proses.

Mereview apa yang terjadi selama 2010 kemarin, kira-kira tantangan dan peluang apa saja yang akan dihadapi perbankan syariah pada 2011 ini?
Tantangan terbesar dalam perbankan adalah bagaimana meningkatkan market share. Itu yang paling utama. Market share berbicara mengenai kemampuan perbankan syariah dan ketersediaan peluang. Saya pikir, dari sisi peluang yang ada, faktor dari luar itu ‘gak menjadi masalah. Yang bermasalah adalah perbankan syariah itu sendiri. Perbankan syariah ini masih menemui banyak kendala. Misalnya, masalah menajerial bank syariah yang harus selalu diperbaiki. Nah, size yang besar membutuhkan suatu mekanisme atau persiapan yang semakin bertambah tahun harus semakin bertambah baik. Jadi, tantangan itu lebih banyak berasal dari faktor internal, terutama mengenai manejerial; meliputi SDM, pembiayaan dan pendanaan. Semua itu harus diperbaiki.

Bagaimana dengan kendala eksternal?
Mengenai kendala eksternal, saya tidak melihat ada suatu hambatan yang besar di situ. Peluang atau market kita masih besar. Dan ini terbukti. Contohnya, simple saja, departemen keuangan menerbitkan sukuk; sampai sekarang, kalau ‘gak salah, sudah mencapai 50 triliun. Hanya dengan tiga kali penerbitan sukuk sudah dapat segitu. Sementara kita bekerja di Bank Muamalat Indonesia, misalnya, mulai tahun 1992 sampai hari ini, yakni sudah 18 tahun, tapi kita baru berhasil ngumpulin dana sebesar 80 triliun. Bandingkan ini dengan mereka yang baru tiga tahun sudah mengumpulkan dana 50 triliun. Ini berarti prospek sukuk sangat luar biasa.

Jadi, tepat ya pak jika dikatakan bahwa 2011 adalah tahun kebangkitan ekonomi syariah?
Untuk 2011 ini, saya lebih tepat mengatakan bahwa pertumbuhan bank syariah tidak lebih jelek dibanding tahun 2010 kemarn. Kalau sampai pada tahapan luar biasa, saya belum yakin juga. Jadi begini, dalam perbankan syariah kita ini punya tiga skenario. Skenario pertama adalah pesimis sampai dengan 25%. Skenario kedua adalah moderat, yakni hingga 45%. Dan skenario ketiga adalah optimis, yaitu bisa sampai 75%. Keyakinan saya ada di level tengah, yaitu 45%. Apakah tumbuh 45% disebut kebangkitan ekonomi syariah, itu terserah Anda saja.

Untuk menuju 45%, langkahnya seperti apa?
Sebenarnya, pertumbuhan 45% itu sudah jamak; harus dialami oleh perbankan syariah. Ini dikarenakan, pertama, BI suportnya sangat baik. Kedua, produk-produk kita sudah semakin dikenal oleh masyarakat. Tinggal bagaimana kita menjualnya saja dengan lebih agresif. Yang ketiga, faktor equity bisa jadi lebih dari 45%. Tapi, equity ini bisa menjadi kendala. Karenanya, cukup berat untuk tumbuh luar biasa. Sekali lagi, yang paling berat adalah equity.
Selain itu, tantangan yang besar juga terdapat pada SDM-nya. Dalam hal ketersediaan SDM, tahun 2011 ini saya kira tidak jauh berbeda dengan tahun 2010. Tapi, ke depannya, dengan program pemberian beasiswa secara besar-besaran bagi karyawan perbankan syariah, maka insyaallah akan bisa memenuhi kebutuhan perbankan syariah terhadap SDM yang semula minim nantinya bisa menjadi lebih baik dan lebih maju lagi.*Iis Aisah






Menyempurnakan kodrat Perempuan


 
Kehidupan seorang perempuan saat ini ditengah arus globalisasi dengan ditandainya kemudahan akses informasi karena perkembangan teknologi semakin canggih, seakan menjadikan posisi perempuan harus menjadi lebih hati-hati. Baik perempuan anak-anak karena masih marak perdagangan dan penculikan anak, perempuan remaja yang dihadapkan dengan teknologi informasi yang semakin memudahkan segala bentuk kejahatan seperti penipuan melalui jejaring sosial, sehingga membuat jantung seorang ibu dag dig dug dan khawatir akan pergaulan puteri remaja yang sedang tumbuh berkembang mencari jati dirinya, dan perempuan yang sudah menikah dan berkeluarga dihantui oleh perselingkuhan yang semakin liar dan tidak terkendali oleh informasi yang semakin mudah diakses dan perkembangan jejaring sosial sehingga disalahkan gunakan untuk melakukan perselingkuhan yang hanya mencari kesenangan sesaat dan membuka pintu fitnah, sedangkan ajaran Islam menganjurkan agar perempuan menjaga kehormatannya dengan baik. Sehingga membuat salah satu organisasi Islam mengaramkan Facebook. 

Dalam kesempatan kali ini, penulis tidak membahas tentang perbedaan antara lelaki dan perempuan, karena menurut hemat penulis kedudukan lelaki dan perempuan adalah sama di mata Allah, yang membedakannya adalah iman ketakwaanya kepada Allah. Seperti yang diijelaskan dalam Al Quran yang artinya sebagai berikut: Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari lelaki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang termulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa (QS 49: 13). Ajaran Islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan. Muhammad Al-Ghazali, salah seorang ulama besar Islam kontemporer berkebangsaan Mesir, menulis: "Kalau kita mengembalikan pandangan ke masa sebelum seribu tahun, maka kita akan menemukan perempuan menikmati keistimewaan dalam bidang materi dan sosial yang tidak dikenal oleh perempuan-perempuan di kelima benua. Keadaan mereka ketika itu lebih baik dibandingkan dengan keadaan perempuan-perempuan Barat dewasa ini, asal saja kebebasan dalam berpakaian serta pergaulan tidak dijadikan bahan perbandingan."
Seperti yang kita ketahui bahwa kodrat adalah pekerjaan yang tidak bisa digantikan oleh kaum lelaki atau given. Kodrat perempuan seperti yang banyak disuarakan para aktivis perempuan adalah 3M, mestruasi, melahirkan dan menyusui. Karena perkembangan dunia yang semakin maju khususnya oleh teknologi informasi yang tidak terkendali, kecuali dikendalikan oleh diri manusia yang tetap menjaga kehormatan dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT., sehingga tidak terpengaruh oleh dampak dari lingkungan dan perkembangan informasi. Maka hal itu secara tidak langsung berdampak kepada kehidupan seorang perempuan yang mana perempuan harus semakin hati-hati dalam menjaga kehormatan dan pergaulannya. Dalam setiap aspek bidang kehidupan perempuan selalu menjadi sorotan dan mungkin nyaris menjadi korban dampak perkembangan teknologi informasi. Mungkin disebabkan karena jumlah perempuan lebih banyak dari lelaki yaitu 1:4. Meskipun menurut penulis yang jadi korban tidaklah perempuan, lelaki juga menjadi korban namun dampaknya lebih banyak perempuan. Contoh hal kecil, ketika perempuan hamil di luar nikah, maka yang banyak menderita adalah perempuan, apalagi posisi perempuan tidak dalam bekerja dan dengan kondisi yang tidak mampu, belum sangsi dari masyarakat sebagai perempuan yang tidak baik-baik. Beserta membuat malu keluarga yang banyak juga perempuan tersebut diusir, ada juga yang tidak tahan menanggung beban jalan pintasnya adalah bunuh diri.

Kembali lagi mengenai kodrat perempuan melihat dari perkembangan teknologi yang semakin canggih, yang membuka pintu-pintu fitnah seperti perselingkuhan seperti yang diceritakan sebelumnya, meskipun yang berselingkuh tidak hanya perempuan lelaki juga bisa selingkuh karena teknologi informasi maka hal ini menjadi persoalan yang sangat serius bagi perempuan dan pihak yang peduli terhadap kehidupan perempuan untuk menjaga kehormatan dan pergaulan perempuan lebih hati-hati lagi. Karena pergaulan dan perkembangan informasi yang terbuka maka kita bisa melihat kondisi perempuan saat ini, banyak perempuan remaja yang sudah melakukan seks bebas dan mereka mengakui ada yang karena himpitan ekonomi, pergaulan dan teknologi informasi. Seperti yang pernah ditayangkan oleh program acara Kick Andi tentang Pergaulan bebas remaja (mohon maaf kalo salah judul), kita bisa  dicenangkan dengan melihat kenyataan bahwa anak dibawah umur juga sudah terbiasa melihat video porno. Bahkan sekarang yang meresahkan orang tua adalah bertebarnya video game porno dalam bentuk animasi. Sehingga akibat pergaulan bebas, dampak yang terjadi adalah hamil diluar nikah jika mereka melakukan hubungan intim tanpa pengaman yang mengakibatkan akhirnya seorang perempuan melahirkan, ini adalah kodrat perempuan.

Otomatis setelah melahirkan perempuan tersebut  akan menyusui anaknya, meskipun ada perempuan yang tidak mau menyusui khawatir akan memudarkan kecantikannya, hal itu mungkin terjadi pada perempuan dari kalangan atas yang punya duit tebal. sehingga melahirkan bagi seorang perempuan saat ini bukan sesuatu yang dianggap suci lagi jika melahirkan tanpa dilalui dengan proses pernikahan. Bagi perempuan barat yang tidak menghargai kesucian perempuan, bagi mereka bisa mendapatkan anak atau keturunan meskipun tanpa menikah. Hal itu tidak dibenarkan oleh Agama Islam, yang mana dalam Agama Islam sangat menghargai kehormatan perempuan. Setelah perempuan melahirkan, maka ada hak dan kewajiban antara Ibu dan anak, untuk memperhatikan dan bertanggungjawab kepada kehidupan anak tersebut, dan ini merupakan suatu hal yang sangat indah dalam agama Islam, karena dengan mengurus anak dengan  baik maka orang tua nya mendapatkan pahala.

Sedangkan menstruasi hal yang sangat lumrah pada perempuan, jika perempuan tidak menstruasi maka hal itu tidak wajar dan kemungkinan terkena suatu penyakit, namun menstruasi tidak terlalu berpengaruh kepada dampak dari perkembangan teknologi informasi.
Untuk itu, jika sudah demikian, maka kodrat perempuan bukan 3M lagi melainkan kodrat sebagai perempuan ditambah dengan menikah, menjadi isteri dan ibu yang baik dan bertanggung jawab jika tidak seperti itu maka perempuan akan kehilangan jati dirinya sebagai muslimah sejati, dalam arti kurang lengkap dan kurang tepat. Karena seorang muslimah yang sejati, maka, melahirkan seorang anak harus melalui proses pernikahan yang sakral dan suci, dengan menikah maka kehormatan seorang perempuan akan  bertambah karena mendapatkan kenyamanan dan keamanan dari godaan disekitarnya dan mendapatkan tempat dan  pengakuan dari masyarakat, karena menikah itu salah satu dari akad sosial.
Setelah perempuan menikah, kemudian melahirkan dan akhirnya mengurus anak dengan memperhatikan segala kebutuhan anak dengan memperhatikan pendidikannya, kesehatannya, dan masa depannya, disiapkan baik oleh seorang Ibu dan Ayah. Karena pada era modern ini banyak perempuan yang bekerja di publik yang mengurangi jam untuk memperhatikan anak karena tugas dan kewajiban di luar rumah, dan mengurus anak adalah kewajiban serta ibadah juga maka diharapkan seorang ibu yang bekerja dan punya anak kecil harus memprioritaskan anaknya sesuai dengan konsep hidup masing-masing. Jika seorang anak kurang kasih sayang dan perhatian dari kedua orangtuanya maka akan berdampak pada psikis anak, bahwa mereka butuh kasih sayang dan perhatian dari orangtuanya dengan sempurna. Sesibuk apapun perempuan dalam menjalani peran sebagai Ibu, Isteri, anak dan punya tanggungjawab di masyarakat itu bukan hal yang mudah, butuh pengertian dan disiplin ketat agar semuanya bisa berjalan dengan baik. Mungkin disini menggunakan jasa pembantu agar bisa mengurangi beban dalam mengurus kebutuhan ibu dan anak, tapi bukan  berarti semua urusan anak diserahkan sama pembantu. Begitu juga dengan sang Ayah harus saling menghormati tugas dan kewajiban masing-masing di keluarga. Tentunya isteri bekerja sudah ada ijin dari seorang suami. Hal ini ingin mewujudkan agar kodrat perempuan bisa mendekati sempurna. Karir yang baik dan keluarga juga bahagia tanpa sedikitpun kurang kasih sayang dan perhatian dari kedua orangtuanya.