Sabtu, 19 Maret 2011

Redesain Gerakan Ekonomi Syariah 2011?


Pertumbuhan perbankan syariah saat ini mengalami kemajuan. Meskipun begitu, masih cukup banyak kendala dan problematika yang dihadapi sehingga kemajuan tersebut prosesnya dirasakan belum secepat yang seharusnya. Perlukah dilakukan langkah-langkah redesain bagi gerekan pengembangan ekonomi syariah di Indonesia? Simak wawancara khusus Ibadah dengan Bapak Beny Witjaksono, pimpinan Bank Mega Syariah Indonesia (BSMI).


Sejauh pengamatan Anda, apakah perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sudah cukup memuaskan, atau perlu diadakan usaha redesain agar gerakan ekonomi syariah pada tahun 2011 ini bisa lebih baik lagi?

Menurut saya, dengan ungkapan redesain, seolah-olah desain yang lama tidak baik kemudian harus diubah menjadi yang baru. Jujur, saya kurang sependapat dengan hal itu. Sebenarnya, desain yang dibuat oleh pendahulu kita tentang ekonomi syariah sudah sesuai dengan plat form-nya. Saya kira, tatanan dari Undang-Undang tentang perbankan syariah yang sudah dirancang dari awal, sudah tepat dan mengenai sasaran.
Kita sebaiknya lebih fokus berbicara tentang perbankan syariah saja. Kalau ekonomi syariah itu cakupannya terlalu luas. Perbankan syariah ini, kalau kita bicara tentang desain awalnya, sebetulnya sudah dibuat sedemikian rupa agar lebih banyak keterlibatan masyarakat, jadi bersifat partisipatoris, alias tidak dipaksakan oleh suatu kekuatan tertentu.
Yang saya pahami dari pendahulu-pendahulu itu, mereka memulainya dari rancangan Undang-undang Perbankan Syarih (UUPS) dulu, sebelum akhirnya pada tahun 2008 UUPS secara resmi disahkan. Bahwa dibolehkannya ada dua sistem banking, itu menurut saya sudah merupakan platform yang bagus. Kita juga sudah berjalan seperti itu. Maka, sejak tahun 2000-an awal, Bank Syariah Mandiri (BSM) bisa menjadi Bank Mandiri Syariah (BMS). Begitu juga dengan Bank Mega Syariah; dulu dari Bank Tugu kita bisa konversi, dan tahun 2003 menjadi BSMI, kemudian menjadi BMI sejak tahun 1992.

Jika dirumuskan lebih cermat lagi, sebetulnya desain awal perbankan syariah kita itu seperti apa?
Sebenarnya ada tiga desain di situ; yakni desain kelembagaan, desain masyarakat, dan desain pemerintah. Desain dari pemerintah seperti yang saya sebutkan tadi, yakni melalui regulasi. Sedangkan dari segi kelambagaan, misalkan saja dulu masih belum fokus apakah kita boleh membangun Badan Usaha Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS); mana yang harus dikembangkan, dulunya memang belum jelas, tapi sekarang UU-nya sudah jelas bahwa ultimetnya adalah bank umum syariah boleh membuka UUS, tapi pada tahun ke-15 harus beralih menjadi BUS.  
Kemudian, dari segi masyarakatnya. Dulunya kita lebih banyak berpikir jika berbankir ke syariah itu adalah lebih dikarenakan motivasi spritual, “Ya sudah deh, Islam sudah menganjurkan begitu”. Benar bahwa motivasi spitual itu memang sangat penting. Akan tetapi, yang tidak kalah penting juga adalah pertimbangan aspek opportunity dan keunggulan produk dan pelayanan. Desain yang sudah ada sekarang ini rasanya sudah mengarah ke sana. Jadi, fasilitas apa saja yang sudah ada pada bank konvensional, insyaallah kita juga sudah menyediakan semuanya.

Fasilitas-fasilitas yang tadi Anda katakan semuanya ada di perbankan syariah, apakah itu adalah duplikat dari produk-produk perbankan konvensional. Dengan kata lain, hanya berganti nama dan bajunya saja, tapi substansinya tetap sama?
Kita ini ngomongin industri, maka kita berarti juga sedang ngomongin sumberdaya yang tersedia. Kalau anda mau tanya ini duplikat atau brand new, atau bahkan kombinasi, itu gak masalah. Mau niru atau apalah namanya, yang penting ‘kan ada.
Bukankah yang seperti itu ada kesan dipaksakan?
Kalau dipaksakan, kita punya Dewan Pengawas Syariah (DPS). Jadi, setiap langkah kita diawasi oleh DPS. Jika Anda bertanya apakah kita murni 100% syariah? Saya bisa jamin belum. Apakah kita  akan menuju kesana? InsyaAllah kita semua memang ingin menuju kesana. Seluruh industri syariah sama-sama berkeinginan menuju kesana. Tapi, tentu semuanya butuh proses.

Mereview apa yang terjadi selama 2010 kemarin, kira-kira tantangan dan peluang apa saja yang akan dihadapi perbankan syariah pada 2011 ini?
Tantangan terbesar dalam perbankan adalah bagaimana meningkatkan market share. Itu yang paling utama. Market share berbicara mengenai kemampuan perbankan syariah dan ketersediaan peluang. Saya pikir, dari sisi peluang yang ada, faktor dari luar itu ‘gak menjadi masalah. Yang bermasalah adalah perbankan syariah itu sendiri. Perbankan syariah ini masih menemui banyak kendala. Misalnya, masalah menajerial bank syariah yang harus selalu diperbaiki. Nah, size yang besar membutuhkan suatu mekanisme atau persiapan yang semakin bertambah tahun harus semakin bertambah baik. Jadi, tantangan itu lebih banyak berasal dari faktor internal, terutama mengenai manejerial; meliputi SDM, pembiayaan dan pendanaan. Semua itu harus diperbaiki.

Bagaimana dengan kendala eksternal?
Mengenai kendala eksternal, saya tidak melihat ada suatu hambatan yang besar di situ. Peluang atau market kita masih besar. Dan ini terbukti. Contohnya, simple saja, departemen keuangan menerbitkan sukuk; sampai sekarang, kalau ‘gak salah, sudah mencapai 50 triliun. Hanya dengan tiga kali penerbitan sukuk sudah dapat segitu. Sementara kita bekerja di Bank Muamalat Indonesia, misalnya, mulai tahun 1992 sampai hari ini, yakni sudah 18 tahun, tapi kita baru berhasil ngumpulin dana sebesar 80 triliun. Bandingkan ini dengan mereka yang baru tiga tahun sudah mengumpulkan dana 50 triliun. Ini berarti prospek sukuk sangat luar biasa.

Jadi, tepat ya pak jika dikatakan bahwa 2011 adalah tahun kebangkitan ekonomi syariah?
Untuk 2011 ini, saya lebih tepat mengatakan bahwa pertumbuhan bank syariah tidak lebih jelek dibanding tahun 2010 kemarn. Kalau sampai pada tahapan luar biasa, saya belum yakin juga. Jadi begini, dalam perbankan syariah kita ini punya tiga skenario. Skenario pertama adalah pesimis sampai dengan 25%. Skenario kedua adalah moderat, yakni hingga 45%. Dan skenario ketiga adalah optimis, yaitu bisa sampai 75%. Keyakinan saya ada di level tengah, yaitu 45%. Apakah tumbuh 45% disebut kebangkitan ekonomi syariah, itu terserah Anda saja.

Untuk menuju 45%, langkahnya seperti apa?
Sebenarnya, pertumbuhan 45% itu sudah jamak; harus dialami oleh perbankan syariah. Ini dikarenakan, pertama, BI suportnya sangat baik. Kedua, produk-produk kita sudah semakin dikenal oleh masyarakat. Tinggal bagaimana kita menjualnya saja dengan lebih agresif. Yang ketiga, faktor equity bisa jadi lebih dari 45%. Tapi, equity ini bisa menjadi kendala. Karenanya, cukup berat untuk tumbuh luar biasa. Sekali lagi, yang paling berat adalah equity.
Selain itu, tantangan yang besar juga terdapat pada SDM-nya. Dalam hal ketersediaan SDM, tahun 2011 ini saya kira tidak jauh berbeda dengan tahun 2010. Tapi, ke depannya, dengan program pemberian beasiswa secara besar-besaran bagi karyawan perbankan syariah, maka insyaallah akan bisa memenuhi kebutuhan perbankan syariah terhadap SDM yang semula minim nantinya bisa menjadi lebih baik dan lebih maju lagi.*Iis Aisah






Tidak ada komentar:

Posting Komentar