Sabtu, 19 Maret 2011

SPIN OFF, KEBIJAKAN YANG SALAH KAPRAH!!!


 Siapa yang tak kenal dengan Ahmad Riawan Amin, beliau adalah mantan Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang mana keberadaan BMI cukup menyita perhatian masyarakat dan pihak yang bergelut dalam dunia perbankan dalam menghadapi krisis ekonomi pada tahun 1998, disini BMI yang menggunakan sistem bagi hasil bisa membuktikan tidak berdampak signifikan terhadap serangan krisis ekonomi. Dan kini Riawan Amin menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO). Riawan Amin berperawakan sedang, berkulit putih dan selalu ditemani oleh kacamatanya, lahir di Tanjung Pinang Riau 53 tahun yang lalu, masih keturunan bangsawan karena Ayahnya seorang tokoh penting dalam pergerakan nasional Indonesia dan mantan gubernur Riau,  yaitu SM. Amin. Dan beliau juga mempunyai sejarah pendidikan yang baik dimulai dengan mengambil tingkat sarjana BSc. New York Inst. Of Tech, USA, Architectural Technologi dan Msc. University of Texas, USA, Interdiciplinary Study. Melihat dari backgorund pendidikannya tidak berhubungan dengan pekerjaan sekarang, namun Riawan Amin biasa disapa mempunyai pengalaman lapangan yang cukup baik di dunia perbankan, sehingga menjadikan beliau serius dalam menekuni sebagai praktisi bank yang cerdas, konsisten dan tegas dalam prinsipnya. Bagaimana permasalahan dan peluang perbankan syariah tahun 2010, bagaimana pendapat beliau mengenai Kebijakan Spin Off  BI,  dan apa harapannya di tahun 2011. Untuk mengetahui itu, kita simak hasil wawancara Tabloid Ibadah dengan Bapak A. Riawan Amin di Restoran Mirasari miliknya di kawasan Kemang Utara.

Mensyariahkan pegawai atau SDM konvensional
Perkembangan perbankan syariah saat ini mengalami peningkatan, mungkin bisa dilihat dari jumlah Bank Umum Syariah yang semakin banyak dari mulai 3 BUS sekarang berjumlah 11 BUS. Namun, perlu kita cermati lebih dalam mengenai peningkatan jumlah BUS yang berjumlah 11 apakah dibarengi peningkatan market share masih berkisar di level 3,5% dari total  perbankan nasional. Namun Riawan Amin menambahkan ada juga sebagian orang yang mengatakan dalam pertumbuhan perbankan syariah tidak mengalami pertumbuhan karena porsinya perbankan syariah 3,5% dibanding perbankan nasional. Dan terkesan membuang-buang uang dan SDM yang sudah ada seperti yang dijelaskan sebelumnya di atas, kenapa tidak mengoptimalkan SDM yang sudah ada, misal demikian, kita tidak usah membuka BUS baru, berdayakan potensi yang sudah ada.
Bukannya bank konvensional sudah mempunyai cabang se Indonesia hingga sampai pelosok daerah, kita bisa menggunakan potensi tersebut untuk membuka pelayanan transaksi syariah, untuk mempermudah nasabah melakukan transaksi syariah, dan label syariah tidak terlalu penting namun yang lebih difokuskan bagaimana agar semua bank di Indonesia bisa membuka layanan transaksi syariah karena market share atau pangsa pasar perbankan syariah tidak hanya warga muslim namun non muslim juga melakukan transaksi syariah, bukan motif emosional secara keagamaan lagi dalam melakukan transaksi syariah melainkan karena ekonomi syariah dalam perbankan menawarkan konsepp ekonomi yang rasional sehingga ini bisa diterima oleh masyarakat luas bahkan nasabahnya yang non muslim karena itulah kehebatan dari ajaran islam yaitu rahmatallilaalamiin.
Kemudian, kita latih para bankir konvensional menjadi ahli dalam bidang syariah, karena dengan demikian tidak ada pemborosan dalam SDM. Dan dalam menciptakan SDM syariah skemanya bukan kita mencari SDM Syariah baru, namun memberdayakan bankir-bankir konvensional yang sudah ada dengan dilatih tentang ekonomi syariah, hal itu mudah dipelajari karena tidak semua orang mempunyai bakat dalam dunia perbankan. Contoh ada orang ahli dalam teori ekonomi syariah namun dia tidak mempunyai bakat dalam meghitung uang, maka hal itu tidak bisa dipaksakan karena dia tidak mempunyai bakat, kalau kita tetap dipaksakan maka kita akan mendzalimi orang tersebut dan hasilnya pasti ada selisih terus dalam penghitungan sehingga bisa merugikan perusahaan. Lalu bagaimana untuk meningkatkan SDM syariah, Riawan Amin menyebutkan Pertama dukungan pemerintah yang mewajibkan layanan syariah tersedia di tiap titik layanan (outlet) bank apapun juga di seluruh Indonesia, sehingga masyarakat diberi kebebasan memilih antara layanan syariah atau layanan jahiliyah konvensional. SDM yang baik adalah yang berbakat, termotivasi, terlatih dan berpengetahuan. (TASK= talent, attitude, skills and knowledge). Keempat-empatnya harus ada, jangan hanya tiga, dua atau hanya satu dari ketiga syarat di atas.
Pemerintah dan perbankan syariah wajib terus menerus melakukan pencarian bakat dan pembibitan SDM syariah tanpa henti (setiap saat). Yang tersulit adalah pencarian, penelusuran dan pemanduan bakat (T= talent). Bakat adalah bahan baku tak tergantikan. Jadi paradigmanya bukan mengganti dan mencari dengan orang-orang syariah tapi mensyariahkan orang-orang yang sudah ada. Itu kuncinya. Saya tidak tertarik kepada bank syariah. Saya tertarik kepada transaksi syariah yang besar di negeri ini. Mau itu dilakukan oleh bank syariah atau bukan, yang penting transaksi itu lebih besar, nilai-nilai syariah itu makin kuat”. Tambahnya.
Menurut Riawan Amin, kita harus inklusif dan eksklusif dalam mengembangkan perbankan syariah. Inklusif adalah kita bisa melayani nasabah syariah dengan baik, baik muslim maupun non muslim, dan juga mendayagunakan infrastruktur perbankan nasional yang sudah ada. Eksklusif adalah kita harus menjalankan skema-skema dan aturan syariah yang baku yang tidak bisa ditawar tawar lagi dan itu ahlinya adalah para ulama, dewan syariah nasional. Namun yang terjadi adalah salah kaprah, contohnya orang menawar-nawar kemurnian syariah dengan alasan bahwa syariah itu kok jadi terlalu mengekang dan menghambat bisnis. Ada suara-suara banyak seperti itu dari para bankir perbankan syariah yang cuma ingin melihat jangka pendek saja yang mau cuma ingin liat rakhib jangka pendek.
Dan dalam menciptakan BUS baru pasti membutuhkan infrastruktur baru. Infrakstruktur minimal ada yang fisikal ada yang nonfisikal. Yang fisikal contohnya gedung, ATM, perangkat-perangkat elektronik yang membutuhkan biaya, perangkat teknologi. Kemudian yang nonfisik seperti SDM. Ini seharusnya kita jangan mendikotomikan antara cabang syariah dengan cabang konvensional, SDM syariah dengan SDM konvensional.
Jadi pendirian BUS baru berpengaruh terhadap masalahnya costly itu saja. Membutuhkan banyak biaya. Contoh ada satu bank yang saya dengar tahun 2011 ini akan membuka 1000 cabang syariah baru. Hebat ini. Mungkin dia bisa mengatakan ini uang kan uang kita. Bukan urusan orang lain untuk mengomentari. Tetapi terlepas apakah uang itu uang dia atau tidak, tetapi secara pasti secara nasional itu jelas jelas membuang resources industri perbankan syariah. Bukankah lebih baik sibuk mensyariahkan cabang konvensional atau cabang induknya daripada sibuk membuka cabang baru. Atau dengan memperbanyak pelanggan syariahnya. Untuk memperbanyak pelanggan syariah dibutuhkan outlet yang luas, bukan outlet baru yang luas. Karena pertumbuhan BUS tidak menarik banyak pelanggan syariah, dan dalam kemampuan modal dan aset perbankan konvensional masih lebih unggul. Artinya mau buka sebanyak apapun anda akan tetap kalah dengan bank konvensional. Kalau gitu kenapa tidak dipakai aja cabangnya bank konvensional. Itu sudah bisa mengefisiensikan biaya yang sudah terbatas.
Yang dasarnya sudah terbatas ini dihambur hambur lagi untuk istilahnya re-invent the wheel artinya mengulang-ulang, membangun, menemukan hal yang sudah ada. Tapi intinya adalah membuat-buat sesuatu yang sudah ada. Mengada-ada. Inilah inti dari permasalahan perbangkan syariah. Pemborosan bangsa, pemborosan industri syariah, dan sabotase terhadap efisiensi perbankan syariah. Kebijakan spin off yaitu pemisahan dari Bank Umum Konvensiona (BUK) ke BUS menurut Riawan Amin masih belum tepat dan tidak strategis. “Ini tidak menguntungkan industri syariah. Ini menguntungkan orang-orang yang tidak punya kedudukan, lalu pengen menjadi direksi. Apa sih yang terjadi kalau spin off kalau ini dispin off, jadi bank baru, bank xs. Kadivnya jadi direksi donk . Senang ? Senang tentunya. Dapat fasilitas, dapat gaji, dapat kedudukan. Ini pragmatisnya, ada jabatan direksi, jabatan komisaris, mungkin ada jabatan dewan pengawas yang baru, kalau ada orang pensiun bisa jadi komisaris. Senang semua senang, lima persent target regulator tidak tercapai.
Tapi dengan adanya spin off, hebatnya dulu Cuma dua bank syariah sekarang ada sebelas bank syariah. Jadi kalau kita lihat masing-masing, ini kemajuan.....dulu, jadi UUS sekarang jadi bank penuh. Kemajuan. Dulu kadiv sekarang jadi direksi, kemajuan. Dulu Cuma dua sekarang jadi 11, kemajuan. Siapa bilang spin off  ini gagal, taun ini kita tumbuh 40 % lho. So what....’ tegasnya.

Kurikulum berbasis syariah
Saat ini, seperti hasil wawancara dengan Pak Agustianto selaku Sekjend IAEI mengatakan bahwa “Kurikulum berbasis syariah sebenarnya sudah dirumuskan oleh IAEI dalam berbagai forum, simposium dan juga semiloka. Lebih jauh lagi, kurikulum itu sudah kita serahkan pada bulan Mei 2010 kemarin kepada Menteri Pendidikan terdahulu, Bapak Bambang. Dan belum lama ini kita ulang lagi dengan menyampaikannya kepada Bapak Fasri Jalal. Jadi, intinya, kementrian diknas atas nama pak Fasri Jalal sepakat mendukung pendidikan ekonomi syariah melalui perguruan tinggi umum.” Paparnya.
Namun Riawan Amin mempunyai konsep sendiri terhadap kurikulum berbasis syariah yang memang dirasakan sangat penting. Syariah itu tertancap dalam di tulang sumsum, jadi harus berbakat, termotivasi, terlatih dan berpengetahuan. (TASK= talent, attitude, skills and knowledge).

Seperti ilmu bela diri, syariah itu ilmu bela agama yang bisa dipelajari tapi tak bisa diajarkan. Di dunia ini ada banyak pendekar sabuk hitam bersertifikat resmi yang terpukul KO (knocked-out) dalam duel tangan kosong satu lawan satu melawan preman jalanan. Syariah itu aplikasi nyata. Prinsip syariah itu sederhana: apapun semuanya diperbolehkan, kecuali jika telah diatur secara khusus oleh ketentuan yang lebih tinggi. Jangan pernah menghargai orang pandai yang membuat transaksi syariah lebih rumit dari semestinya. Orang itu musuh yang sedang mencekik syariah (dengan engembangkan aturan syariah, yang mempersulit berkembangnya bisnis syariah). Jadi kita jangan sampai terfokus pada dosen dan kurikulum, yang penting semuanya berniat baik dan yang lebih penting lagi, para santri atau mahasiswanya, semua terseleksi ketat dan bisa dipastikan unggul dalam  bakat, motivasi, berlatih dan menimba pengetahuan. (TASK= talent, attitude, skills and knowledge).

Selain itu standar kualifikasi bankir amat berbeda dengan kualifikasi sarjana. Hampir setiap bankir yang kuliah akan lulus dengan baik sebagai sarjana, namun hanya kurang dari 1/1000 (seperseribu) sarjana yang bisa lolos tes masuk jadi bankir. Kader yang TASK (punya bakat, sikap, ketrampilan dan pengetahuan) pasti selalu akan diterima bekerja dan belajar di bank syariah. Namun seperti militer, semua wajib mengikuti proses sejak awal, baik bagi yang cepat maupun yang lambat. Tidak bisa langsung jadi pimpinan sesuai golongan ijazah formalnya, karena yang diukur adalah kemampual aktualnya. Terutama kemampuan mencari dana masuk, aspek hukum, risiko dan keuntungan investasi, serta menagih kredit macet.

MARKET SHARE PERBANKAN SYARIAH
Pertumbuhan perbankan syariah meningkat bisa dikatakan di Indonesia Lembaga perbankan syariahnya paling banyak di Asia bahkan paling terbesar di dunia, kenapa tidak dibarengi pertumbuhan Market share Indonesia yang masih minim sekali 3%. Yang menyebabkan pangsa pasar (market share) syariah kecil adalah bertambahnya jumlah bank umum syariah (BUS) eks unit usaha syariah (UUS), karena bertentangan dengan 2 (dua) aturan yang lebih tinggi yakni rasio kecukupan modal (CAR= capital adequacy or capital asset ratio), serta BMPK= batas maksimum pemberian kredit (LLL= legal lending limit).
Salah satu UUS-bank syariah modalnya 30T (tiga puluh lima trilyun) ikut bank induknya, jadi boleh menerima 360T (tiga ratus enam puluh trilyun) dana masyarakat dan bisa memberi kredit maksimal 15T (lima belas trilyun) per debitur. Sebagai BUS, bank syariah tersebut modalnya 200 (dua ratus milyar), hanya boleh menerima dana masyarakat senilai total maksimal 2,5T (dua setengah trilyun) dan hanya bisa memberi kredit maksimal 100M (seratus milyar) per debitur. Amatlah wajar jika pangsa pasar perbankan syariah turun drastis dan para deposan serta debitur besar dari UUS lari ke bank konvensional, karena tak boleh lagi dipegang BUS. Jika melanggar CAR dan LLL bank ditutup dan bankirnya dipenjara. Semakin banyak UUS di-spin off jadi BUS, masyarakat ekonomi syariah semakin tercekik. Sebaliknya regulator merasa sukses karena jumlah BUS bertambah, juga Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas Syariah dan karyawan syariah bertambah. Masyarakat ekonomi syariah, termasuk pers-nya tentu tak berdaya melawan kejahatan berjamaah yang dilakukan orang-orang pintar multi disiplin ilmu semacam ini. Di Indonesia ini amatlah langka orang yang memiliki 3 (tiga) kesaktian, trisakti: cerdas, jujur dan berani. Kebanyakan hanya memiliki 2 (dua) dari 3 (tiga) ciri tersebut.Yang cerdas dan jujur tidak berani, yang berani dan jujur tidak cerdas. Sisanya adalah mereka yang cerdas dan berani, namun tidak jujur. Golongan manakah anda dan pers anda? 

Target market share perbankan syariah pada tahun 2004 adalah 5%.
Untuk mencapai Market share 5%5 % pada tahun 2009 mestinya. Sekarang 2010 berapa asetnya?  3%. Ada target menjadi 11 bank syariah waktu di acuan 2004? Ngga ada. Yang ada adalah target 5%. Jadi kalau target 5% tidak tercapai, ya gagal. Mau ada 100, 200, 300 kalau market sharenya kecil yang sama saja bohong. Pertama saya mengharapkan otoritas BI dipakai secara optimal, sesuai dengan DPR kepada Pak Darmin Nasution waktu feat and proper tes, otoritas digunakan utuk betul2 digunakan untuk mendorong bank-bank besar apalagi bank pemerintah, untuk meningkatkan transaksi syariah. Apakah dengan meningkatkan modal 10 kali lipat bagi bank yang sudah terlanjur spin off..ataukan induknya mengalihkan aset-asetnya dipindahkan kepada bank yang spin off tadi. BI harus meningkatkan otoritasnya untuk mendirong bank-bank besar untuk memperbesar transaksi syariah.

BI HARUS MENDORONG BANK-BANK BESAR UNTUK MAU BERTRANSAKSI SECARA SYARIAH

Riawan Amin menegaskan kepada semua pejabat perbankan syariah di Indonesia. “Bankir-bankir syariah itu harus sadar diri, jangan mau dan berbangga tapi menjadi ikan teri di kolam yang sempit, jadi berpikir bebadan besar dikolam sempit, harusnya berbadan besar di kolam yang besar. Kalau kolamnya sempit maka seperti besar di kandang sendiri. Kalo bangga pertumbuhan 40% bangga ya betul, tapi 40% dari mana??? Memang pertumbuhannya besar, contoh, aset perbankan syariah 2 triliun tumbuh 50% dia menjadi 3T. Namun bank yang 30T tumbuhnya 50%  menjadi 3T. Kalo bank kecil tumbuh 50% ya wajar-wajarnya gak ada apa-apanya. Untuk itu perlu strategi yang bagik agar market share perbankan Syariah Indonesia bisa meningkat dan bersaing dengan Malaysia. Pertama, adakan layanan syariah di titik layanan (outlet) bank manapun juga di seluruh Indonesia tanpa kecuali. Kedua, jangan menambah produk dan kerumitan syariah agar bisnis syariah berkembang pesat. Ketiga, tanamkan rasa berdosa pada semua orang yang belum menjalankan transaksi secara syariah. Keempat, stop semua spin-off UUS ke BUS. Kelima, pastikan para mujahid ekonomi syariah lebih cerdas, jujur dan berani. Kita tak perlu bersaing dengan Malaysia karena penduduk Malaysia hanya 8% (delapan persen) penduduk Indonesia, jadi 2% (dua persen) di Indonesia jumlahnya sudah 25% (dua puluh lima persen) dari porsi di Malaysia. Sedangkan mereka baru 10% (sepuluh persen) saja. Kita sudah di depan mereka. Padahal konstitusi Malaysia mengatakan bahwa agama negara adalah Islam Sunnah wal Jamaah mahzhab Syafi’i, sedangkan konstitusi kita masih multi agama. Namun, Saat ini belum ada aturan yang mewajibkan semua titik layanan (outlet) bank di Indonesia untuk menyediakan layanan syariah. Sehingga masyarakat tidak diberi kesempatan yang sama, karena layanan syariah jauh, maka secara darurat mereka terpaksa masih melakukan transaksi perbankan konvensional. Demikian pula Undang-undang Perbankan Syariah yang ada bersifat amat cerdas mencekik dan membatasi bank-bank syariah. Sama sekali belum memaksa semua pelaku pasar dan aparat pemerintah menyediakan layanan syariah yang jujur. Untuk meningkatkan market share di Indonesia dengan dibukakannya pintu taubat berupa tersedianya layanan syariah di setiap titik layanan (outlet) bank apapun juga di Indonesia, tanpa ada yang boleh dikecualikan. Sehingga tiap orang beriman setiap saat dapat memilih antara layanan perbankan yang syariah ataupun yang jahiliyah.
Aset perbankan nasional pada tahun 2009 mencapai Rp 2.534.106 triliun. Angka tersebut naik 9,68  persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp  2.310.557 triliun. Kalau kita asumsikan kenaikan asset perbankan nasional setiap tahun mencapai rata-rata 9,68  persen, maka pada tahun 2015 jumlah total asset perbankan nasional mencapai Rp 4.411.543  triliun (lihat Tabel 1)
Tabel 1. Pertumbuhan Asset Perbankan Nasional 2008-2015
Tahun
2008
2009
2010*
2011*
2012*
2013*
2014*
2015*
Asset
  2,310,557
  2,534,106
  2,779,407
  3,048,453
3,343,554
3,667,210
4,022,195
4,411,543
Catatan:
1.    Aset dalam triliun rupiah
2.    Angka tahun 2010, 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015 masih prediksi dengan asumsi tingkat kenaikan atau pertumbuhan 9,68 persen per tahun
Dengan berpatokan pada angka tersebut, maka asset perbankan syariah harus mencapai Rp 220,577 triliun agar bisa meraih pangsa pasar lima persen pada tahun 2015. Tapi, bukankah tadi kita sudah menantang diri kita untuk meraih pangsa pasar 5 % pada tahun 2012? Aset perbankan syariah tahun 2010, berdasarkan perkiraan growth 2008 – 2009 (33,37%), adalah 79 Trilliun. Untuk mencapai pangsa 5% pada tahun 2012, maka aset perbankan syariah haruslah mencapai 168,39 T (5% dari 3,343,554). Itu artinya perbankan syariah harus tumbuh rata-rata 46 % per tahun. Itupun dengan asumsi perbankan nasional hanya tumbuh 9,68% per tahun, dan tetap mematok target pangsa pasar perbankan syariah 5% pada tahun 2012. Dengan perhitungan tersebut, maka asset perbankan syariah pada tahun 2011 diperkirakan mencapai Rp. 115,34 Trilliun (lihat tabel 2). 

Tahun
2008
2009
2010*
2011*
2012*
Aset
49,555
66,090
79
115,34
168,39

Note : Untuk tahun 2010 Total Asset Perbankan Syariah per Agustus 2010 sudah 79.641

Inovasi produk perbankan syariah
Inovasi produk perbankan syariah menjadi salah satu sorotan karena dinilai bisa menarik pelanggan untuk bertransaksi secara syariah, namun pemikiran Riawan Amin perlu diperhatikan karena lebih mengedepankan transaksi dibanding label pada bank syariah. Menurutnya,”Saya kasih contoh yang simple aja, apa produk BCA?? Tahapan BCA produk sudah lama banget, produk tahapan BCA besar dan sudah banyak dikenal banyak orang tapi tetap diiklankan terus sampai sekarang sehingga banyak nasabahnya. Ini yang salah kaprah pada bank syariah, yang harus ditingkatkan adalah nasabahnya bukan produknya, makin sedikit produk, makin banyak nasabah makin produktif, nah yang terjadi apa pada produk bank syariah? Masing-masing karena dipecah menjadi banyak, mereka sibuk mengembangkan produk sendiri-sendiri, dilihat dari jumlah bank syariah berjumlah 10 sudah banyak sibuk dengan developer produk, produknya banyak tapi nasabahnya gak ada. Inikan lucu,,Jumlahnya terlalu banyak, namun kualitasnya masih rendah, Nasabah dibingungkan oleh banyaknya nama serta peristilahan produk, namun layanannya masih standar dan mahal. Saya tidak percaya mitos terlalu banyak produk, produk syariah tidak inovatif, produknya kurang, apa seh yang tidak ada di syariah, malah kebanyakan menurut saya, ruwet lagi. Saya gak ngerti dengan policy perbankan syariah sekarang. “ tegasnya. Kalau mau untung jangan buat banyak produk, dengan kapasitas yang terbatas. Lain misalnya Bank CIMB Malaysia, yang punya induk di Malaysia yang produknya sudah 150ribu lebih, makanya tinggal menyesuaikan, tapi kalau bank-bank yang tidak punya induk bank syariah, sibuk dengan mendeveloper produk baru saja, udah gitu prooduk barunya tidak punya kelebihan apa-apa, kapan jualannya mas?? karena kita mesti tahu produk itu costly banyak menghabiskan biaya, SDM, waktu,  sesudah produk itu keluar itu harus menghabiskan biaya sosialisasi, mentraining karyawan semua, mengedukasi masyarakat, dan membayar iklan.
Dua tahun yang lalu, entah sekarang berapa, 8 dari 10 orang ditanya apa produk perbankan syariah yang Anda ingat? Pasti ShareE, karena Bank Muamalat Indonesia tidak banyak mengeluarkan produk hanya satu dan dua produk kemudian iklannya fokus. Karena Tabunagn ShareE keunggulannya banyak. Kalau dalam perbankan ada 3 point ada opening, transaction dan closing. Bank-bank lain fokus pada transaction aja, seperti menambah internet banking dan sebagainya. gak ada yang menempuh opening, ShareE adalah produk dengan opening yang termudah dan  tercepat dari produk bank manapun, tidak hanya dalam bank syariah bahkan nasional, mungkin paling tercepat se internasional. Tabungan instan sejenis sharE di Bank Muamalat dulu, bisa dibeli di mana saja dan bisa diaktifkan dalam semenit, bisa ditarik di anjungan tunai mandiri (ATM) mana saja.
Yang menjadi penghambat dengan pengembangan inovasi produk perbankan yaitu kecenderungan untuk membenarkan yang lazim dan bukan melazimkan yang benar. Komputer bank mencampurkan data angka (numerik) akuntasi legal dengan data informasi huruf tetang nama, tempat /tanggal lahir, alamat yang tidak bisa diproses ATM. Demikian pula kontraktor mesin hitung (computer), ternyata menangani  data huruf (information technology), maka rahasia bank yang dijamin undang-undang, jatuh ke tangan teknisi non bankir. Sehingga berpotensi dibobol penjahat.


Dukungan Pemeritah
Dukungan pemerintah indonesia terhadap perkembangan perbankan syariah Indonesia dibanding Malaysia dinilai masih kurang. Pemerintah Indonesia masih mendukungnya dengan setengah hati. Beda dengan negara Malaysia yang pemerintahnya sangat mendukung gerakan ekonomi syariah.
Kita kalah dari Malaysia karena:
1.    Ada kesinambungan kepemimpinan di Malaysia, yang memimpin sekarang adalah UMNO
2.    Ada kesinambungan program dalam pemerintahan, artinya Megawati gantiin Gusdur, Megawati jangan ganjel Gusdur donk, Kalo Megawati digantiin SBY, SBY jangan ningggalin program Megawati. ada program nasional yang harus dilanjutkan. Dua hal ini juga tidak dijalankan di Indonesia,
3.    Ada kesinambungan ada konsistensi antara tindakan dengan dasar-dasar negara. Nilai-nilai Pancasila harus tetap dijaga untuk melandasi dalam menjalani program khususnya Perbankan Syariah sesuai dengan sila Pertama Pancasila Ketuhanan yang Maha Esa. Dan Pebankan Syariah menjadi dasar strategisnya bukan sekedar dari sisi praktis keuntungan jangka pendek. Perbankan Syariah itu jangka panjang akan menyebabkan struktur perekonomian kita menjadi lebih sehat tentu harus dibina dari sekarang, untuk itu perlu diprioritaskan bukan dibiarkan bersaing dengan yang lebih besar. 
Policy spin off  itu adalah yang menyebabkan persaingan secara tidak sadar antara anak yang masih kecil (bank syariah) dan anak yang sudah besar (Bank Umum Konvensional), sampai kapanpun bank syariah tidak akan menang. Pemerintah Indonesia belum spenuhnya mendukung perbankan syariah, sebagaimana dilakukan oleh pemerintah Malaysia. Namun perbankan syariah Indonesia (kecuali lima tahun terakhir ini) tumbuh lebih cepat dibandingkan perbankan syariah Malaysia. Penyebabnya karena di Malaysia sudah 10% maka lawan sulit dipaksa mundur dari 90% ke 89%, sebaliknya di Indonesia baru 2%, jika pun dimajukan jadi 5%, lawan masih punya 95% .
Pemerintah adalah hamba hukum yang taat, maka mereka telah berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan amanah Undang-undang Perbankan syariah, yaitu mengawasi, membatasi, serta menetapkan aturan main yang seketat mungkin. Yang keliru kan legislator bukan eksekutor. Pemerintah Malaysia terkesan sangat memaksakan untuk meningkatkan market share  perlu dicari kebenarannya, dengan memberikan dana sebagai pihak ketiga dalam jumlah besar kepadan perbankan syariah untuk mendongkrak nilai market share. Mungkin fakta tersebut ditafsirkan keliru. Pangsa pasar (market share) adalah alat ukur atau indikator. Jika indikatornya baik, maka hasilnya pasti baik. Sebaliknya jika hasil tak berubah, maka takkan berguna jika indikatornya diubah. Misal batas tinggi minimum taruna Akabri= 165 Cm (Centimeter), maka seorang yang tingginya 160  Cm saat berbaris akan tampak lebih pendek dari rekan-rekannya, walau ia berhasil mengubah meterannya, sehingga membuktikan tinggi badannya 170 Cm.
Tak ada gunanya meninggi-tinggikan dana pihak ketiga (DPK) lebih dari yang seharusnya. Dana pemerintah ditanam di bank-bank syariah karena dianggap menguntungkan dan tanpa rekayasa pun tetap masuk dalam aktiva sebagai dasar ukuran pangsa pasar,

Permasalahan perbankan syariah
Perbankan syariah masih dianggap sebagai alternatif aneh yang kampungan, bukan sebagai solusi ekonomi yang berkeadilan. Indonesia dipenuhi oleh banyak pakar disiplin (sekat-sekat) ilmu, yang sangat pandai membahas ilmu menurut bidang keahliannya. Mereka kesulitan memecahkan persoalan multi dimensi, karena lebih setia pada bidang ilmunya dibandingkan pada solusi aktual pemecahan masalah seharusnya. Lihatlah para Guru Besar dengan pendidikan S1, S2 dan S3 di bidang ilmu yang sama. Jarang di antara mereka yang memiliki lebih dari 4 (empat) gelar S1 di bidang ilmu berbeda yang terkait pemecahan masalahnya. Jadi mereka hanyalah para ‘Guru Tinggi’ atau ‘Guru Jangkung’ karena berilmu tinggi, tapi sama sekali bukan ‘Guru Besar’ karena besar itu artinya tinggi dan lebar.
Jika tak mampu jadi ‘Guru Besar’, maka menurut ilmu konstruksi, guru yang ‘pendek dan lebar’ akan jauh lebih stabil (sulit digulingkan) dari guru ‘tinggi yang tidak lebar’.
Perbankan dan ekonomi syariah wajib dianggap sebagai satu-satunya solusi, dan bukan hanya sebagai salah satu alternatif. Allah SWT akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu. Jangan lagi ada dusta di antara kita, ‘Guru Besar’ ilmunya haruslah lebar dan tinggi, jangan asal tinggi, sehingga masyarakat tidak lagi tertipu solusi parsial per disiplin ilmu. Juga bagi mereka yang tak perduli dengan syariat Allah SWT, paling tidak pilihlah sistem ekonomi yang tulus, jujur dan adil seperti ekonomi syariah. Mungkin anda tak percaya akhirat, tapi tentunya di dunia fana ini pun anda tak ingin di-dzolim-i.

Harapan perbankan syariah kedepan
Insya Allah, persaudaraan Muslim dunia akan menguat. Dana besar milik sedikit Muslim kaya asal minyak Timur Tengah yang diparkir di Amerika akan bergeser ke Malaysia. Selanjutnya dari sana akan dilempar ke semilyar pengusaha Muslim di negara-negara sekitarnya. Penduduk Malaysia hanya sekitar 20 (dua puluh) juta jiwa dan tak akan mampu menyerap semuanya. Untuk jadi pemain global, peluang kita hanya satu: perbankan syariah. Indonesia merupakan pilihan terbaik karena termasuk salah satu dari 3 (tiga) negara dunia yang tidak krisis, selain China dan India. Populasi Muslim Indonesia terbesar di dunia. Untuk menuju kesana kepastian harus ditegakkan. Kepastian hukum adalah saudara kembar investasi. Tanpa kepastian hukum, investor akan lari. Ini bukanlah nasib, karena keputusannya di tangan kita sendiri. Negara-negara lain harus membenahi banyak hal, tapi kita hanya perlu satu ini saja. Sesungguh semua cobaan yang kita hadapi adalah cobaan biasa yang tak melebihi kekuatan kita sendiri dan sesungguhnya Allah SWT tak kan mengubah nasib suatu kaum, jika kaum tersebut tidak berupaya sekuat tenaga untuk mengubah nasibnya sendiri,
Ketika Malaysia melakukan ekspansi pasar di Indonesia kita gak bisa katakan baik atau buruk, itu adalah kenyataan karena sudah terjadi, dan tidak ada larangan untuk membuka bisnis di Indonesia. kalau saya yang ditanya saya akan melarang. Kita melihat visi ASEAN juga, kita berharap tahun 2015 ada one currensy ASEAN. Currenncy bersama Asean, kalau itu sudah terjadi pelan-pelan akan tidak ada relevansinya lagi, artinya orang yang dianggap asing adalah orang yang di luar ASEAN. Mungkin Tahun 2020 ada sumpah ASEAN, pada saat one currency sudah terbentuk dan insyaAllah akan dibackup oleh emas atau sekalian one currencynya dinar dan dirham, maka gak relevansi lagi Malaysia itu asing. Tetapi jika terjadi one ASEAN currensy, maka China, India dan Amerika Serikat. Untuk konsep one Asean Currency sudah menjadi komitmen bersama anggota Asean, semoga langkah ini segera terwujud untuk segera menerapkan sistem ekonomi syariah secara baik dan benar, semoga, amin.Iis Aisah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar